Situs Anti-Facebook, Nasibnya Kini
- Ello
VIVA.co.id – Masih ingat dengan situs Ello? Platform jejaring sosial itu menyita perhatian pengguna internet pada September 2014. Kala itu Ello memposisikan sebagai platform yang bersifat privat, jauh dari iklan, kontras dengan jejaring sosial populer Facebook. Maka tak pelak saat itu, Ello dilabeli sebagai situs meski pendirinya tak ingin berniat menjadi pembunuh Facebook.
Dua tahun berjalan, kini mulai hilang dari perhatian. Dikutip dari Wired, Selasa 17 Mei 2016, jika Anda kini mengakses Ello maka platform itu kini malah menjadi tempat bagi para seniman dan desainer. Para pekerja kreatif itu menggunakan Ello untuk berbagi karya mereka.
"Suasana Ello kini lebih seperti koloni seniman dibanding media sosial besar," ujar Kate Havevost, seorang pekerja seni asal Denver, Amerika Serikat.
Di mata Havevost dan para seniman serta pekerja seni lainnya, platform Ello merupakan wadah yang asli, interaksi sopan di antara pengguna. Bagi mereka, Ello menyajikan portofolio digital mereka kepada komunitas lainnya.
Bukan Pesaing
Pegiat seni lain, John Orion Young yang berasal dari San Francisco, AS mengakui meski terbilang lebih sepi dibandingkan platform jejaring sosial lain, tapi pada Ello, dia menemukan lebih dari sebuah aliran percakapan dan ide. Dia mengatakan tidak seperti platform pribadi lainnya, seniman bisa memanfaatkan Ello sebagai ruang eksperimen dan bekerja.
"Ada banyak kolaborasi yang tidak disadari. Banyak orang terlibat dengan pekerjaan saya (melalui Ello)" ujar Young.
Pengakuan serupa juga disampaikan oleh seniman asal London, Inggris, Lorrie Whittington. Ia mengaku beralih ke platform Ello karena di sini bisa merasakan kolaborasi aktif. Contohnya, Whittington mengaku berkat Ello, salah seorang seniman tiga dimensi, Jeremy Burnich, menghubunginya untuk berbicara dan berdiskusi tentang karya seni. Pada akhirnya kolaborasi mereka menghasilkan sebuah peningkatan penjualan dan karya mereka.
Terkait dengan perkembangan Ello yang kini menjadi platform favorit pekerja seni, pengelola Ello mengakui memang menciptakan platform itu untuk para kreator.
"Ello tidak pernah (melayani) ingin menemukan teman atau melayani beberapa versi yang menggantikan kehidupan Anda atau menawarkan hal yang omong kosong tentang makanan Anda," kata Chief Executive Officer (CEO) Ello, Todd Berger dalam keterangan via e-mail.
Meski platform-nya dianggap cocok, tapi pekerja seni memberikan catatan untuk Ello. Havevost misalnya, ia menilai ada beberapa yang beda yaitu miskin ruang komentar antar pengguna dan tidak ada fitur untuk kembali membagi konten atau postingan.
Sementara 'kekurangan' itu dimiliki hampir semua platform jejaring sosial populer. Platform Tumblr, memungkinkan pengguna memposting foto sampai ratusan kali, Instagram yang sangat dinamis. Namun demikian, Havevost tetap merasa cocok dengan segala fitur yang ada di Ello.
"Percakapan di Ello lebih luang, lebih positif. Ini lebih kondusif untuk para kreator invididu dalam berbagi pekerjaan mereka, serta saling memberikan umpan balik lain tentang pekerjaan tersebut," ujar dia.