Setelah ‘Tobrut’ Muncul Istilah ‘Pulen’, Awas Bisa Terancam Penjara dan Denda Rp10 Juta
- http://dhedighazali.blogspot.com/2014/04/puisi-dari-balik-jeruji-besi.html
Jakarta, VIVA – Media sosial kembali dihebohkan dengan munculnya istilah bahasa gaul yang sedang viral yaitu ‘tobrut’ dan ‘pulen’.
Istilah tobrut pertama kali digunakan untuk mengomentari konten secara sarkastik. Makna dari istilah ini mengarah pada payudara perempuan yang dianggap besar.
Tak lama setelahnya, istilah pulen muncul dan digunakan dalam konteks serupa. Kata pulen sering dikaitkan dengan salah satu penyanyi Tanah Air yang tengah naik daun.
Kata pulen sendiri sebenarnya sudah ada sejak lama, namun istilah bergeser maknanya menjadi negatif. Fenomena ini disebut sebagai peyorasi, di mana makna kata yang awalnya netral berubah menjadi negatif.
Penggunaan kedua istilah tersebut dinilai vulgar dan tidak pantas, karena melabeli individu dengan cara yang merendahkan, terutama perempuan. Akibatnya, hal ini dapat menimbulkan persepsi buruk dan menyakiti perasaan orang yang menjadi target sarkasme.
Menggunakan kata tobrut dan pulen membuat perempuan menjadi sekadar objek fisik. Hal ini termasuk dalam kategori kekerasan seksual non-fisik berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) No. 12 Tahun 2022 Pasal 5.
UU tersebut mengatur bahwa tindakan pelecehan seksual non-fisik yang merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas atau kesusilaan dapat dihukum pidana penjara hingga 9 bulan dan atau denda maksimal Rp10 juta. Berikut bunyi pasal tersebut:
"Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara non-fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual non-fisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)"
Penggunaan bahasa gaul yang bermakna negatif seperti tobrut dan pulen harus dihindari untuk mencegah dampak sosial yang buruk, terutama terhadap perempuan.
Selain itu, masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan memastikan bahwa percakapan yang dilakukan tidak melanggar norma kesusilaan maupun hukum yang berlaku, karena jika terus dibiarkan, fenomena ini dapat merusak tatanan komunikasi di dunia maya dan meningkatkan risiko pelecehan verbal secara massal.