Standardisasi Budidaya Dongkrak Produktivitas

Ilustrasi standardisasi.
Sumber :
  • Concord Project Technologies

Jakarta, VIVA – Digitalisasi didefinisikan sebagai perubahan dari cara konvensional menuju sebuah sistem digital dengan bantuan peralatan dan jaringan internet.

Perubahan ini dapat terjadi pada hampir seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk digitalisasi sektor pertanian.

Sektor pertanian, yang identik dengan kegiatan konvensional, saat ini mampu bertahan dan mengikuti perubahan digital yang cepat selama masa pandemi Covid-19.

Di era digital, sistem pertanian modern dapat dikenal sebagai pertanian 4.0 yang menerapkan internet untuk segalanya (internet of things/IoT) untuk mendukung prosesnya.

Pada era ini pula petani tidak hanya bekerja secara konvensional dengan terjun langsung ke lahan pertanian melainkan lebih luas lagi. Berbagai proses dalam sistem pertanian akan memanfaatkan penerapan teknologi.

Pertanian 4.0 merupakan sistem pertanian modern dan presisi dimana segala sistemnya dikombinasikan dengan teknologi informasi digital.

Wujud lain dari pertanian 4.0 disebut sebagai smart farming atau precision agriculture yang diharapkan mampu mewujudkan sistem pertanian yang berkelanjutan.

Ilustrasi teknologi pertanian.

Photo :
  • Pixabay

Ilustrasi teknologi pertanian.

Photo :
Seperti yang dilakukan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), anak perusahaan PTPN III (Persero). Lewat program makmur (Mari Kita Majukan Usaha Rakyat), petani tebu didorong menggunakan aplikasi Smart Precision Farming milik Petrokimia Gresik.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan petani dalam memanfaatkan ekosistem program makmur dimana salah satu rangkaiannya bersinergi menyukseskan swasembada gula.

Ekosistem sangat penting karena pencapaian swasembada gula diiringi dengan penguatan petani dengan membantu akses permodalan, benih hingga sarana produksi.

Kemudian, aspek lain yang mempengaruhi upaya pencapaian swasembada gula adalah faktor agronomi tebu, sehingga harus kembali pada best practise budidaya tebu, mengingat pada 1930-an, Indonesia, kala itu masih bernama Hindia Belanda, pernah menjadi eksportir gula terbesar kedua setelah Kuba.

Lalu, berbalik menjadi negara pengimpor gula terbesar setelah China pada 1967. Pascaintegrasi pengelolaan on farm kepada SGN maka dilakukan standardisasi budidaya tebu dengan tujuan bahan baku tebu yang dihasilkan berkualitas sehingga meningkatkan produktivitas gula.

Oleh karena itu, lima pabrik gula (PG) yang dikelola SGN meraih penghargaan dengan kinerja terbaik, yaitu PG Modjopanggoong, PG Gempolkrep, PG Ngadiredjo, PG Pradjekan, dan PG Glenmore.

Selain meraih kinerja terbaik, tercatat tiga PG mendapat raihan rendemen atau keuntungan tertinggi, yakni PG Modjopanggoong, PG Ngadiredjo, serta PG Gempolkrep dimana pada periode Agustus 2024 capaian rendemen ketiganya masing-masing 7,92, 7,67, dan 7,59.

“Komitmen kami memperkuat ekosistem tebu rakyat serta melakukan penguatan performa kinerja pabrik. Hasilnya, lima PG meraih kinerja terbaik,” ungkap Direktur Utama SGN Mahmudi.