Geger Ratusan Sampah Melayang-layang
- The Times
VIVA Tekno – Jika kita ingin hidup di dunia modern, kita tidak bisa lepas dari ketergantungan pada luar angkasa.
Satelit-satelit yang mengorbit di atas kita memberikan layanan telekomunikasi, penentuan posisi yang tepat, serta menjaga kita tetap aman dengan prakiraan cuaca dan berbagai analisis lainnya.
Mulai dari memantau kebakaran hutan, banjir, es, dan polutan yang dilepaskan ke atmosfer. Namun, populasi satelit telah meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir, dan ini telah mengubah lanskap orbit.
Hingga pertengahan Juni 2024, terdapat 11.780 satelit yang mengorbit planet kita menurut Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Luar Angkasa (UNOOSA).
Sebagian besar dari satelit tersebut berfungsi dan berada di orbit rendah Bumi (LEO), seperti dilansir dari IFL Science.
Orbit geostasioner, juga dikenal sebagai orbit geosinkron (GEO), terletak pada ketinggian 35.786 kilometer di atas ekuator Bumi.
Satelit yang ditempatkan di sana akan mengikuti titik yang sama di permukaan Bumi saat bergerak mengelilingi planet dengan periode yang sama dengan waktu yang dibutuhkan Bumi untuk berputar.
Saat ini terdapat 552 satelit di GEO dimana satelit komunikasi dan prakiraan cuaca sudah menjadi langganan ditempatkan di situ. Sementara, orbit menengah Bumi adalah wilayah luas dari ketinggian 2.000 kilometer hingga ke GEO.
Ini adalah lokasi utama untuk konstelasi satelit navigasi seperti Sistem Pemosisian Global (GPS), Galileo, GLONASS, dan BeiDou.
Ada 199 satelit yang saat ini berada di orbit ini. Beberapa penyedia internet luar angkasa sedang mempertimbangkan untuk pindah ke sini. Orbit rendah Bumi menjadi semakin padat.
Saat ini saja sudah ada 8.110 satelit di LEO dan 6.050 di antaranya berasal dari mega-konstelasi Starlink milik SpaceX.
Proyek dari perusahaan Elon Musk ini bertujuan untuk menggandakan jumlah satelitnya saat ini hingga mencapai hampir 12.000 satelit, dan bisa diperluas lebih jauh lagi menjadi 34.400 satelit.
Dampak Jumlah Satelit Meningkat Pesat
Ada banyak kekhawatiran tentang penempatan begitu banyak satelit, terutama di LEO. Salah satu kekhawatiran utamanya adalah bagaimana hal ini mengubah langit malam, baik untuk astronomi tingkat lanjut maupun hanya dalam hal polusi cahaya, bahkan di daerah yang tidak memiliki cahaya buatan.
Kekhawatiran lainnya adalah peningkatan besar dalam sampah luar angkasa. Luar angkasa memang luas, tetapi orbit yang menarik dan berharga hanyalah sebagian kecil dari itu.
Satelit perlu sering menyesuaikan orbitnya, dan semua gerakan ini membuat beberapa di antaranya saling bertabrakan. Tapi apa yang terjadi ketika satelit-satelit itu tidak lagi berfungsi?
Ada hampir 3.000 objek seperti itu yang orbitnya akan terus berubah tetapi tanpa kemampuan bagi kita untuk mengendalikannya. Sebuah tabrakan di luar angkasa bisa menjadi pertanda buruk.
Tabrakan melahirkan tabrakan hanya karena sepotong sampah luar angkasa yang hancur menjadi kawanan sampah luar angkasa.
Para ilmuwan khawatir kita bisa berakhir dalam situasi Sindrom Kessler, di mana jumlah tabrakan dan jumlah puing luar angkasa tumbuh secara eksponensial. Skenario ini bisa membuat seluruh wilayah di dekat Bumi menjadi berbahaya untuk dilalui.