Mampu Mengelola Kepribadian dan Karakter Kuat
- PIxabay
Jakarta – Data Badan Pusat Statistik atau BPS melaporkan bahwa angka perkawinan anak di Indonesia mencapai 9,23 persen atau 163.371 peristiwa pada 2023.
Artinya, 1 dari 9 perempuan menikah saat usia anak. Jumlah ini berbanding kontras dengan laki-laki dimana 1 dari 100 laki-laki berumur 20-24 tahun menikah saat usia anak.
Selain itu, edukasi bagi remaja, terutama bagi remaja usia sekolah, diperlukan agar mampu mengelola kepribadian dan karakter kuat agar tidak terpengaruh lingkungan sosial yang buruk dan terjebak pada pergaulan yang salah menjadi sangat penting.
"Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka pernikahan anak yang tinggi," kata Agus Suryo Suripto, Kepala Subdirektorat Bina Keluarga Sakinah Kementerian Agama, dari keterangan resminya, Senin, 8 Januari 2024.
Ia memberikan edukasi kepada para remaja bahwa mereka memiliki masa depan yang patut diperjuangkan, oleh karena itu, harus melakukan persiapan yang matang sebelum menikah.
"Ada dua aspek penting yang perlu disiapkan sebelum menikah. Pertama, persiapkan masa depan dengan membangun kesadaran dalam pengelolaan diri. Setiap remaja punya potensi diri yang harus dikembangkan. Kedua, perkuat pendidikan agama karena benteng dari pergaulan dan lingkungan sosial yang tidak baik," jelasnya.
Program BRUS membekali remaja melalui penguatan karakter dan kesadaran pengelolaan kepribadian yang baik. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama, pengajuan dispensasi perkawinan anak didominasi tiga alasan, yakni:
- Hamil sebelum nikah.
- Kedua calon pasangan telah melakukan hubungan sebagaimana layaknya suami isteri.
- Hubungan kedua belah pihak (pasangan) terlalu dekat, sehingga dikhawatirkan terjadi perbuatan terlarang (zina).
Berdasarkan kajian akademik menyebutkan bahwa faktor penyebab kawin anak, yaitu:
- Hamil sebelum nikah.
- Faktor ekonomi dan sosial.
- Pengaruh tokoh agama dan tokoh masyarakat.
- Pembenaran naskah-naskah agama.