Pemerintah Larangan Social Commerce, TikTok: Mohon Dipertimbangkan Lagi
- Istimewa.
Jakarta – Presiden Jokowi telah menggelar rapat terbatas soal perniagaan sistem elektronik atau social commerce di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 25 September 2023.
Hasilnya, social commerce hanya diperbolehkan untuk memfasilitasi promosi barang atau jasa saja. “Rapat ini sebetulnya mengenai pengaturan perdagangan elektronik, khususnya social commerce, dan sudah disepakati,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Menanggapi hal itu, TikTok Indonesia tidak diam saja dan mereka langsung meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan larangan social commerce berjualan. Bukan tanpa alasan, keputusan pemerintah itu akan berdampak kepada seluruh penjual.
Menurut perkiraan, sekitar 6 juta penjual lokal dan hampir 7 juta kreator affiliate yang memakai TikTok Shop akan berdampak dengan keputusan tersebut. TikTok Indonesia mengaku menerima keluhan dari penjual yang meminta kejelasan mengenai aturan baru tersebut.
"Perlu kami tegaskan kembali bahwa social commerce lahir sebagai solusi bagi masalah nyata yang dihadapi UMKM untuk membantu mereka berkolaborasi dengan kreator lokal guna meningkatkan traffic ke toko online mereka," kata TikTok Indonesia, seperti dikutip dari Antara, Selasa, 26 September 2023.
"Kami akan tetap menghormati hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Namun kami juga berharap Pemerintah mempertimbangkan dampak terhadap penghidupan 6 juta penjual lokal dan hampir 7 juta kreator affiliate yang menggunakan TikTok Shop," kata juru bicara TikTok Indonesia.
Aturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 baru saja direvisi yang melarang platform social commerce untuk memfasilitasi perdagangan. Platform tersebut hanya bisa mempromosikan barang dan jasa, tapi tidak bisa membuka fasilitas transaksi.
Sebelum itu, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengatakan bahwa pemerintah mau mengatur sistem perdagangan yang adil antara pedagang daring dan luring. Sehingga para pedagang itu bisa bersaing secara sehat.
Maka dari itu, pemerintah melakukan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
“Kita lagi mengatur perdagangan yang fair antara offline dan online karena di offline diatur demikian ketat, tapi online masih bebas. Kuncinya di revisi Permendag,” kata Teten.