3 Hal Kamu Wajib Menolak Meminjamkan Uang, Nomor 2 Perlu Diwaspadai
- Pixabay
VIVA – Dalam tatanan kehidupan Islam, setiap perilaku manusia telah memiliki pedoman berdasarkan syariat. Salah satunya adalah terkait praktek meminjamkan uang. Islam sangat mendorong umatnya untuk memberikan pinjaman kepada mereka yang memerlukan.
Mengulurkan bantuan finansial kepada sesama, terutama kepada sesama Muslim, dipandang sebagai tindakan mulia dan sebagai salah satu manifestasi kepedulian antar sesama. Dalam Al-Qur’an disebutkan betapa agungnya perbuatan meminjamkan uang.
“Siapakah yang mau memberi pinjaman yang baik kepada Allah? Dia akan melipatgandakan (pembayaran atas pinjaman itu) baginya berkali-kali lipat. Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki). Kepada-Nyalah kamu dikembalikan,” isi dalam Al-quran, dikutip dari NU Online Jatim, Senin, 28 Agustus 2023.
Dari perspektif Islam, memberikan pinjaman adalah sesuatu yang dianjurkan. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Hawasyi ‘ala Multaqa alabhiru fi al Fiqh ‘al al Mazhabi al Hanafi, Jilid 3, halaman 159, yang mengatakan bahwa para ulama memiliki pendapat beragam terkait hukum pinjaman.
Namun, sejumlah besar ulama dari Mazhab Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah sepakat bahwa dasar hukum meminjamkan uang adalah dianjurkan.
Dengan demikian, berdasarkan tafsiran ini, dapat disimpulkan bahwa memberikan pinjaman kepada orang lain dengan niat tulus akan mendapatkan berkah dan pahala dari Allah SWT.
Sebagai bagian dari umat Islam, kita seharusnya selalu siap untuk membantu sesama, khususnya dalam hal finansial, dengan cara meminjamkan dengan hati yang ikhlas.
3 Hal kamu wajib menolak meminjamkan uang
Meskipun Islam menganjurkan pemberian pinjaman, ada beberapa kondisi di mana menolak memberikan pinjaman dianggap sebagai keputusan yang bijak dan sesuai. Berikut adalah beberapa situasi tersebut.
1. Ketidakmampuan Pembayaran
Apabila peminjam memiliki riwayat atau indikasi bahwa ia tidak akan mampu mengembalikan pinjaman tepat waktu, atau apabila pemberian pinjaman tersebut berpotensi mengakibatkan kerugian finansial besar bagi pemberi pinjaman, maka menolak memberikan pinjaman dalam konteks ini dapat dianggap sebagai langkah yang tepat.
2. Karakter Peminjam
Jika ada bukti atau pengalaman masa lalu yang menunjukkan bahwa peminjam tidak jujur atau tidak dapat diandalkan, menolak memberikan pinjaman adalah keputusan yang logis dan sesuai dengan panduan Islam.
Sebagai contoh, apabila seseorang pernah gagal dalam mengembalikan pinjaman atau dikenal tidak bertanggung jawab dalam urusan finansial, pemberi pinjaman mempunyai hak untuk menolak memberikan pinjaman lagi. Langkah ini diambil untuk melindungi kepentingan diri dan mencegah kerugian yang mungkin terulang.
3. Tujuan Pinjaman Bertentangan dengan Syariat
Apabila dana yang dipinjam akan digunakan untuk kegiatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti untuk mendanai praktik riba atau aktivitas haram lainnya, maka pemberi pinjaman berhak menolak permintaan tersebut. Islam selalu mendorong transaksi keuangan yang selaras dengan prinsip-prinsip etika dan hukum syariah.
“Terkadang meminjamkan sesuatu itu hukumnya bisa menjadi haram, seperti memberikan pinjaman kepada orang lain, dengan barang pinjaman tersebut dia bisa melakukan maksiat. Dan terkadang pinjaman i’arah menjadi makruh, seperti memberikan pinjaman pada orang lain yang dengannya dia bisa melakukan hal-hal yang dimakruhkan.” (Ibrahim bin Muhammad al Hanafi, Hawasyi ‘ala Multaqa alabhiru fi al Fiqh ‘al al Mazhabi al Hanafi, Jilid 3, [Beirut, dar Kutub al ‘Alamiyah, 1971], hal. 159)
Dalam ajaran Islam, mengulurkan bantuan berupa pinjaman uang kepada sesama dianggap sebagai tindakan yang baik. Akan tetapi, beberapa aspek perlu diperhatikan, seperti integritas peminjam, kemampuannya untuk mengembalikan, serta ketiadaan unsur riba dalam transaksi. Dalam sejumlah situasi, menolak memberi pinjaman bisa menjadi pilihan yang tepat dan sesuai dengan panduan Islam.