Terkait Kebocoran Paspor WNI, Kominfo Panggil Ditjen Imigrasi

Ilustrasi paspor.
Sumber :
  • U-Report

VIVA Tekno – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) akan memanggil Direktur Jenderal Imigrasi, Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen Imigrasi) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait dugaan pelanggaran data papsor WNI yang diekspos hacker Bjorka

"Kementerian Kominfo akan melakukan klarifikasi kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham," kata Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan di saluran YouTube Kemkominfo, Sabtu, 8 Juli 2023.

Pemanggilan ini guna melakukan klarifikasi dan pencocokan data mengenai penyebab terjadinya dugaan kebocoran data. Lembaga tersebut juga akan meminta bantuan dari BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) untuk melakukan investigasi terkait bagaimana dan apa penyebab kebocoran data.

Sejak tahun 2019 hingga 2023, Kementerian Kominfo telah menemukan 98 kasus dugaan pelanggaran pelindungan data pribadi. Ini bukan saja terkait kebocoran data pribadi tapi termasuk pelanggaran pelindungan data pribadi lainnya. 

Berdasarkan jumlah Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang ditangani, sebanyak 65 termasuk PSE Privat dan 33 untuk PSE Publik. 

"Dari 98 kasus tersebut, sebanyak 23 kasus telah diberikan sanksi dan rekomendasi. Ini artinya memang terjadi pelanggaran,” jelas Semuel.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Photo :
  • Misrohatun Hasanah

Menurutnya, 19 kasus telah diberikan  rekomendasi perbaikan. Pelanggaran yang ringan perlu dilakukan peningkatan tata kelola dan sistem penanganan perlindungan data pribadi. 

Dari semua kasus itu, Kementerian Kominfo juga mengidentifikasi adanya 33 kasus bukan merupakan pelanggaran perlindungan data pribadi. Sedangkan  23 kasus sisanya sedang dalam proses penanganan.

Beberapa waktu yang lalu Bjorka mengumumkan di saluran Telegram bahwa dia memegang 34.900.867 paspor warga negara Indonesia (WNI) yang dijual dengan harga US$10.000 atau Rp150 juta. 

Menurut Semuel, investigasi awal yang telah dilakukan Tim Investigasi Perlindungan Data Pribadi baik dari website yang menawarkan data maupun informasi dari masyarakat, Kementerian Kominfo menemukan fakta adanya kemiripan dengan data paspor. 

"Berdasarkan hasil sampling memang terdapat kemiripan namun belum dapat dipastikan. Diduga data yang bocor diterbitkan sebelum perubahan peraturan paspor menjadi 10 tahun, karena masa berlakunya terlihat hanya 5 tahun," jelasnya. 

Meski begitu, pemerintah belum dapat menyimpulkan data apa, kapan, dari mana dan bagaimana terjadi kebocoran. Mereka juga akan menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) guna mengetahui penyebab dugaan tereksposnya data papsor.