Guru Besar Hukum Dipidana Mati akibat Cuitannya di Media Sosial
- Freepik
VIVA Tekno – Seorang guru besar atau profesor hukum terpandang di Arab Saudi dijatuhi hukuman mati oleh karena meggunakan media sosial untuk mengemukakan pendapatnya yang dianggap salah.
Profesor sekaligus ulama pro-reformasi bernama Awad Al-Qarni (65) dituduh menggunakan platform media sosial seperti Twitter, Facebook, WhatsApp, serta Telegram untuk menyebarkan berita anti-pemerintah.
Penangkapan Al-Qarni adalah tindakan keras terhadap perbedaan pendapat oleh Putra Mahkota Arab Saudi yang baru diangkat sebagai Perdana Menteri, Mohammed bin Salman (MBS).
Ulama terkemuka itu ditangkap pada September 2017 ketika MBS yang baru diangkat mengawasi tindakan keras terhadap perbedaan pendapat yang secara nominal merupakan bagian dari gerakan antikorupsi.
Sebelum ditangkap, Awad Al-Qarni memiliki 2 juta pengikut di Twitter. Putranya, Nasser, yang melarikan diri dari Arab Saudi pada tahun lalu dan kini tinggal di Inggris telah membagikan rincian tuduhan terhadap ayahnya, melansir situs The Guardian.
Pada Oktober 2022, dirinya menggambarkan keadaan kekerasan seputar penangkapan ayahnya oleh polisi bersenjata berpakaian sipil.
"Lebih dari 100 orang bersenjata senapan mesin dan pistol datang dan mengepung rumah. Kami dicegah masuk ke dalam rumah. Itu seperti medang perang," katanya, mengenang.
Dakwaan terhadap Awad Al-Qarni termasuk penggunaan media sosial, khususnya akun Twitter atas namanya sendiri, untuk mengungkapkan pendapatnya.
Ia juga dituduh berpartisipasi dalam obrolan grup WhatsApp dan membuat akun Telegram, serta memuji Ikhwanul Muslimin dalam video.
Dokumen pengadilan yang dibagikan Nasser juga menunjukkan bahwa kriminalisasi penggunaan media sosial meningkat sejak MBS menjadi penguasa de facto Arab Saudi.
Sebelumnya, pada tahun lalu, Salma Al-Shehab, seorang mahasiswi PhD dan ibu dua anak dari Leeds, Inggris, dijatuhi hukuman 34 tahun penjara karena memiliki akun Twitter dan mengikuti serta me-retweet pembangkang dan aktivis.
Wanita lainnya, Noura Al-Qahtani, bahkan dijatuhi hukuman 45 tahun penjara karena menggunakan Twitter. Jeed Basyouni, Kepala Advokasi Timur Tengah dan Afrika Utara dari Kelompok Hak Asasi Manusia Reprieve, mengatakan kasus Awad Al-Qarni adalah bagian dari tren di mana para cendekiawan dan akademisi menghadapi hukuman mati karena men-tweet dan mengekspresikan pandangan mereka.