Haruskah Elon Musk Melepas Jabatan CEO Twitter?
- The Verge
VIVA Digital – Ada-ada saja memang tingkah salah satu orang terkaya di dunia, Elon Musk. Ia tampaknya ingin mendengar pendapat para pengguna Twitter, sama seperti mottonya: "Kebebasan Berbicara".
Baru kemarin, ia bertanya kepada para pengguna Twitter apakah sebaiknya dia harus mundur sebagai kepala perusahaan media sosial itu, dalam langkah aneh terbaru sejak dia membeli platform tersebut pada bulan Oktober.
Miliarder itu memposting jajak pendapat ke Twitter pada Minggu malam menanyakan "Haruskah saya mundur sebagai kepala Twitter?" dengan pilihan “ya” dan “tidak.
“Saya akan mematuhi hasil jajak pendapat ini,” tambahnya
Pilihan "Ya" mengalahkan pilihan “Tidak, terhitung hampir 58% suara sekitar satu jam setelah dia men-tweet jajak pendapat itu ke 122 juta pengikutnya.
"Seperti kata pepatah, berhati-hatilah dengan apa yang Anda inginkan, karena Anda mungkin mendapatkannya," tambah Musk dalam tweet kedua yang tidak menyenangkan.
Musk mengambil alih sebagai CEO Twitter setelah menggulingkan mantan CEO Parag Agrawal tak lama setelah dia mengakuisisi raksasa media sosial tersebut senilai $44 miliar pada bulan Oktober, melansir BBC.
Pada saat itu, dia dilaporkan berencana untuk tetap menjadi CEO untuk sementara sambil mencari pengganti penuh waktu, lalu akhirnya menyingkir.
CEO Tesla itu telah menimbulkan sejumlah kontroversi sejak mengambil kemudi perusahaan raksasa itu. Musk telah memberlakukan PHK besar-besaran, menangguhkan akun jurnalis, dan bahkan melewatkan pembayaran sewa kantor pusat Twitter di San Francisco.
Elon Musk memang sering menciptakan peraturan yang mengundang kontroversi, bahkan para pengguna Twitter banyak yang memutuskan untuk hengkang dari sosial media tersebut. Beberapa hari setelah pembelian Twitter Elon Musk pada 27 Oktober banyak pengguna Twitter mengancam untuk "minggat", tidak senang dengan kepemilikan baru.
Melansir MIT Technology, orang-orang mengancam untuk meninggalkan Twitter namun terkadang tak jadi dan masih menggunakan Twitter. Namun, data baru menunjukkan bahwa sejumlah besar pengguna benar-benar meninggalkan platform tersebut kali ini.
Perusahaan Bot Sentinel, yang melacak perilaku tidak autentik di Twitter dengan menganalisis lebih dari 3,1 juta akun dan aktivitas mereka setiap hari, percaya bahwa sekitar 877.000 akun telah dinonaktifkan dan 497.000 lainnya ditangguhkan antara 27 Oktober dan 1 November. Itu lebih dari dua kali lipat jumlah biasanya.
“Kami telah mengamati peningkatan pada orang-orang yang menonaktifkan akun mereka dan juga menangguhkan akun Twitternya," kata Christopher Bouzy, pendiri Bot Sentinel.