Bukan Kiamat, Ini Dampak Tengah Hari Lebih Cepat untuk Kehidupan di Bumi
- Getty Images
VIVA Digital – Fenomena tengah hari lebih cepat dari waktu biasanya terjadi pada Kamis hari ini, 3 November 2022. Fenomena ini terjadi lantaran perata waktu lebih besar, sehingga Matahari akan transit lebih cepat dibandingkan hari-hari biasanya.
Secara umum, fenomena ini akan menyebabkan waktu matahari terbit di daerah-daerah belahan bumi selatan akan lebih awal dari biasanya. Sebaliknya, pada daerah-daerah di belahan bumi utara, waktu terbenam akan lebih cepat dari biasanya.
Peneliti Matahari dan Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Agustinus Gunawan Admiranto mengatakan, fenomena ini ada kaitannya dengan gerak semu matahari. Dengan kata lain, matahari akan terbit dan tenggelam lebih cepat.
"Tergantung belahan bumi mana. Sejak 23 September 2022, matahari ada di belahan bumi selatan. Maka siang lebih panjang. Matahari terbit dan tenggelam lebih awal," kata Agustinus dalam keterangannya yang dikutip Kamis, 3 November 2022.
Ia menambahkan, gerakan semu matahari ini karena poros bumi yang condong 23 derajat terhadap bidang orbitnya. Perubahan kemiringan poros bumi tersebut menyebabkan matahari tampak seolah-olah bergerak ke arah selatan.
"Ketika matahari di belahan bumi selatan, durasi siangnya lebih panjang," imbuhnya.
Fenomena siang lebih panjang ini, kata dia, tidak akan dirasakan untuk daerah-daerah di posisi ekuator maupun pada belahan bumi utara. Gerak semu matahari ke belahan bumi selatan ini akan mencapai puncaknya pada 22 Desember 2022. Saat itu, posisi matahari ada di bagian terselatan bumi.
Sementara itu, Peneliti BRIN, Andi Pangerang menjelaskan, hal ini karena durasi malam hari yang semakin lebih kecil bila dibandingkan dengan durasi siang hari untuk belahan selatan pada umumnya. Sehingga akan berpengaruh pada waktu sholat.
"Ditambah juga dengan tengah hari yang lebih awal, sehingga ketiga waktu salat ini menjadi lebih cepat," kata Andi, dikutip dari keterangan resminya.
Sementara tengah hari lebih awal akan mengakibatkan waktu terbenam Matahari (Maghrib) maupun waktu Isya sekaligus akhir senja astronomis (awal malam astronomis) yang lebih cepat ketimbang hari-hari lainnya.
Terutama untuk wilayah utara Indonesia seperti Aceh, Sumatera Utara, Kep. Natuna (Provinsi Kep. Riau), Kalimantan Utara dan Kep. Sangir-Talaud (Sulawesi Utara). Hal ini karena durasi malam hari yang semakin besar bila dibandingkan dengan siang hari di belahan utara pada umumnya ditambah dengan tengah hari yang lebih awal, sehingga waktu sholat lebih cepat.
Sementara itu, panjang hari surya menjadi tepat 24 jam. Hari surya atau solar day adalah durasi antara tengah hari sampai tengah hari berikutnya. Sebab, panjang hari surya secara matematis adalah derivasi atau turunan fungsi perata waktu.
Ketika perata waktu mencapai nilai maksimum atau minimum, maka derivasinya tepat nol. Sehingga, panjang hari surya menjadi setimbang. Panjang hari surya ini bervariasi, antara 24 jam minus 11 detik sampai 24 jam pul 30 detik. Fenomena ini tak berdampak pada kehidupan manusia di Bumi.