Pemerintah Didesak Tindaklanjuti Putusan MA Soal Sewa Slot Multipleksing

Gedung Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA Tekno – Pemerintah didesak untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan praktik sewa slot multipleksing terhadap penyelenggara multipleksing.

Hal ini diungkapkan oleh kantor hukum Gede Aditya & Partners selaku kuasa hukum dari PT Lombok Nuansa Televisi yang sebelumnya bertindak sebagai pemohon dari uji materiil PP 46/2021.

Pihaknya mengungkapkan, konsekuensi logis dari putusan tersebut ialah, LPP, LPS, dan/atau LPK sudah tidak dapat lagi menyediakan layanan program siaran dengan cara menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing.

"Kami meminta Pemerintah Republik Indonesia terkhusus Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk mematuhi dan tidak mengabaikan putusan MA RI ini" tulis Gede Aditya & Partners, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 26 Oktober 2022.

Sedangkan, satu-satunya cara bagi LPS yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara multipleksing untuk dapat menyediakan layanan program siaran televisi pasca ASO pada 2 November 2022 adalah dengan cara menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing.

Namun, pascaputusan MA, maka praktik tersebut sudah tidak diperbolehkan karena norma yang mengatur sewa slot multipleksing untuk menyediakan layanan program siaran sebagaimana diatur pada Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021 telah dibatalkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Agung.

Pihaknya juga menyayangkan sikap pemerintah yang pada konferensi pers di Kemenko Polhukam beberapa lalu tidak menyinggung sama sekali putusan MA dan seakan mengabaikan putusan itu.

“Namun demikian, Pemerintah Republik Indonesia pada 24 Oktober 2022 melalui konferensi pers yang disampaikan oleh Menkopolhukam Republik Indonesia dan Menkominfo Republik Indonesia, memberitahukan bahwa Analog Switch Off (“ASO”) tetap akan dilaksanakan pada 2 November 2022 dan dalam konferensi pers tersebut sama sekali tidak menyinggung adanya Putusan Nomor 40 P/HUM/2022 dan terkesan mengabaikan putusan MA tersebut," tulis mereka.

Berlandaskan putusan Mahkamah Agung, pihaknya mengimbau kepada pemerintah untuk menghentikan atau seminimal-minimalnya menunda pelaksanaan Analog Switch Off (ASO) di Indonesia.

Lebih dalam, pemerintah juga diminta untuk merevisi Undang-Undang Penyiaran atau UU Cipta Kerja dan mengatur masalah multipleksing ini dalam bentuk UU dan bukan lagi dalam bentuk PP.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, hasil dari uji materil PP 46/2021 yang tertuang dalam Putusan MA Nomor 40P/HUM/2022 secara gamblang menyatakan, pasal 81 ayat (1) PP 46/2021 itu bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tertuang pada pasal 33 ayat (1) UU penyiaran jo Pasal 72 angka 3 UU Cipta Kerja.

Menurut Mahkamah Agung bahwa yang menjadi titik tekan dalam permohonan hak uji materiil a quo adalah mengenai pengaturan kewajiban baru bagi pelaku usaha untuk menyelenggarakan/menyediakan layanan program siaran berupa kewajiban untuk menyewa Slot Multipleksing kepada LPS Multipleksing sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 81 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021.

Kewajiban ini sama sekali tidak diatur dalam Undang-Undang Penyiaran juncto Undang-Undang Cipta Kerja. Kedua peraturan tersebut sama sekali tidak mewajibkan LPS untuk menyewa Slot Multipleksing kepada LPS Multipleksing untuk dapat menyelenggarakan layananan program siaran.

“Menimbang bahwa oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 81 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang penyiaran sebagaimana diubah oleh ketentuan Pasal 72 angka 3 Undang-Undang Cipta Kerja”.