Perang Siber Semakin Nyata
- VIVA/Muhammad Naufal
VIVA Tekno – Alih-alih berperang secara konvensional dengan menggunakan artileri seperti Tank, senapan, dan lain-lain nampaknya, perang siber kedepannya akan menjadi tren dan potret geopolitik dunia ke depannya. Melalui perang siber nantinya akan dikuasai berbagai sektor penting dari negara tersebut, salah satunya ialah sektor ekonomi.
"Kedepannya perang yang paling nyata ini ya perang siber ini, penguasaan ekonominya menggunakan serangan siber." Ujar Direktur CiSSRec Pratama Persadha, di acara Importance of Trust and Transparency ICT Supply Chain Landscape Kapersky, JW Marriot, Jakarta, 25 Oktober 2022.
Sebagai contoh ia menyebutkan yang terjadi di Ukraina, menurutnya sebelum perang konvensional itu berkecamuk, kedua negara terlebih dulu terlibat dalam perang siber, yang dimana hampir seluruh infrastruktur kritis Ukraina kala itu diserang. Mulai dari sistem perbankan hingga pemadaman listrik sebelum akhirnya mnjatuhkan bom.
"Even Russia and ukraine before they got the conventional war, they starting with the cyber war. Sebelum perang infrastruktur kritis di Ukraina itu diserang terus semuanya, perbankannya dimatikan sistemnya, listriknya dimatikan, sebelum adanya bom-boman itu."
Dalam pendekatan keamanan siber dewasa ini, tidak ada negara lain yang bisa disebut sebagai teman, yang ada merupakan musuh dan berpotensi menjadi musuh.
"Sampai saat ini, geopolitical things, every couuntry will be our enemy, When we talk about cybersecurity, there is no friend, we only have enemy and potential enemy" tegas dia.
Oleh karenanya, jika hendak melakukan digitalisasi, maka harus dibarengi dengan keamanan siber yang sudah kuat pula. Mengingat, potensi serangan siber itu tiada henti-hentinya mengancam kedaulatan digital masing-masing negara.
Apabila sistem keamanan siber negara itu belum kuat, maka tidak menutup kemungkinan negara itu akan hancur akibat dari serangan siber. Sebagai contoh ialah negara Estonia yang memulai digitalisasi di negaranya pada tahun 2007 silam dan membutuhkan waktu selama sepuluh tahun untuk bisa bangkit kembali.
"Bahkan ada negara yg hancur berantakan karena serangan siber, yakni Estonia. 2007 they established the digital era, but when attacked this country is destroyed, semuanya hancur, perbankannya hancur, takes ten years utk negaranya stabil lagi." Ujar dia.