Ilmuwan Temukan Jaringan Otak dari Sepupu Purba Cacing Penis

Jaringan otak yang diawetkan dalam fosil embrio dari periode Kambrium.
Sumber :
  • Xi-ping Dong

VIVA Tekno – Para ilmuwan menemukan sesuatu yang tidak terduga dalam embrio fosil makhluk mirip cacing dari periode Kambrium. Itu merupakan sisa-sisa otak kecil berbentuk donat di kepala hewan purba. 

Fosil berusia sekitar 500 juta tahun ini adalah contoh spesies laut Markuelia hunanensis, sepupu purba cacing penis (priapulids) dan naga lumpur (Kinorhyncha). 

Sampai saat ini para ilmuwan belum menemukan fosil cacing yang sudah dewasa, tetapi mereka telah menemukan ratusan embrio murni yang menangkap berbagai tahap perkembangan awal hewan. Masing-masing embrio ini berukuran hanya sekitar setengah milimeter (0,02 inchi). 

Markuelia terlihat seperti cacing penis mini. Ini memberi para ilmuwan gambaran tentang seperti apa rupa M. hunanensis dewasa, menurut Philip Donoghue, seorang profesor paleobiologi di University of Bristol di Inggris. 

Donoghue bersama Xi-ping Dong telah memeriksa banyak embrio selama bertahun-tahun. Tapi ini jadi pertama kalinya mereka menemukan jaringan otak yang diawetkan, tersembunyi di dalam. 

Melansir dari situs Live Science, Rabu, 5 Oktober 2022, secara historis laporan para ilmuwan yang menemukan fosil jaringan otak telah menjadi kontroversi karena jaringan saraf pernah dianggap tidak dapat memfosil.

Cacing penis (priapulids)

Photo :
  • Yunnan University

Namun dalam hal ini, buktinya terlihat meyakinkan, kata Nicholas Strausfeld, "Bagi saya itu adalah jaringan, bukan otot. Saya akan mengatakan mereka adalah neuron dan secara khusus, sel-sel otak diatur dalam sebuah cincin di sekitar apa yang pernah menjadi usus hewan," katanya. 

Embrio itu dikumpulkan dari deposit fosil yang dikenal sebagai Wangcun Lagerstatte di Hunan barat, China. Di sana, fosil yang sangat kecil telah terbungkus dalam lempengan besar batu kapur.

Setelah dibebaskan dari batu kapur, embrio dikirim ke Institut Paul Scherrer di Villigen, Swiss, yang menampung akselerator partikel dengan diameter sekitar 1.300 kaki (400 meter). 

Dengan melemparkan elektron pada kecepatan cahaya, mesin menghasilkan radiasi yang dapat digunakan untuk berbagai eksperimen, kata Donoghue. Dalam hal ini, tim menggunakan sinar-X bertenaga tinggi yang dihasilkan oleh akselerator untuk mengambil foto embrio  kecil M. hunanensis.

"Spesimen berputar 180 derajat di dalam balok, dan dibutuhkan 1.501 sinar-X saat berjalan," kata Donoghue. 

Sinar-X individu ini kemudian dapat dirakit menjadi model 3D terperinci, memungkinkan tim untuk mengintip ke dalam setiap embrio tanpa harus menghancurkannya secara fisik.