Dua Sisi Investasi Aset Kripto

Hacker.
Sumber :
  • ClevGuard

VIVA Tekno – Transaksi perbankan secara digital telah tumbuh secara signifikan sejak dimulainya pandemi COVID-19. Bank Indonesia (BI) mengakui tren pertumbuhan tersebut terjadi bukan cuma meningkatnya tingkat penerimaan dan preferensi yang dimiliki masyarakat, tapi juga belanja online di berbagai platform e-commerce.

Lalu, antara 2017 hingga 2021, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menyampaikan bahwa sebanyak 2.593 cabang fisik bank telah ditutup, namun pada saat yang sama terjadi pertumbuhan 3 kali lipat dalam transaksi digital.

Hal ini menyiratkan bahwa banyak bank yang telah menyadari adanya penurunan kebutuhan untuk kehadiran fisik karena kemajuan teknologi yang cepat dalam perbankan digital.

Banyak bank dan platform e-commerce ternama di Indonesia yang telah memiliki layanan dan aplikasi bank digital, contohnya Jenius by BTPN, Livin by Bank Mandiri, Allobank, MNC Bank, dan Bank Jago. Lebih banyak kontributor yang telah diluncurkan atau sedang dalam tahap persiapan akhir untuk memasuki ruang perbankan digital.

Aset kripto.

Photo :
  • CFO.com

Namun, kecepatan digitalisasi perlu disesuaikan dengan manajemen risiko yang tepat dan kepatuhan terhadap peraturan terutama dalam menghadapi serangan kriminal yang semakin canggih termasuk identitas sintetis, peniruan identitas (deep fakes), dan penipuan rekayasa sosial.

Regulator, seperti OJK, memfasilitasi transisi digital onboarding Indonesia agar tidak hanya mulus, namun juga aman dan terjamin. Sejumlah peraturan telah diperkenalkan untuk berbagai proses eKYC (electronic Know Your Customer) untuk mencegah dan mengidentifikasi pencucian uang, pendanaan terorisme, serta risiko pencurian identitas dan penipuan.

Di tengah pertumbuhan perbankan digital pascapandemi Covid-19, juga terjadi peningkatan aktivitas ilegal mulai dari pencurian identitas, aktivitas phishing, penipuan akun dan penipuan. Indonesia Anti-Phishing Data Exchange (IDADX) mencatat total 3.180 serangan phishing di domain internet Indonesia (dot.id) pada kuartal I 2022.

Penipuan kripto

Di luar sektor perbankan digital, kepemilikan aset kripto di Indonesia termasuk yang tertinggi secara global, dengan hampir 41 persen penduduk Indonesia dengan pendapatan tahunan lebih dari US$14 ribu (Rp213 juta) memiliki aset kripto.

Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian Perdagangan (Bappebti Kemendag), jumlah investor aset kripto di Indonesia pada Februari 2022 mencapai 12,4 juta orang.

Tetapi, jumlah dan nilai penipuan kripto yang tinggi semakin mengkhawatirkan. Secara global, penipuan pada industri ini mencapai US$14 miliar (Rp213 triliun) pada 2021.

Sementara Indonesia menyumbang 11 persen dari total korban penipuan kripto pada 2019 – tertinggi kedua di dunia. Dengan sedikitnya 25 perusahaan perdagangan kripto berlisensi di Indonesia, Bappebti juga baru-baru ini menghentikan penerbitan sertifikat pendaftaran bagi calon pedagang aset kripto.

Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

Photo :
  • Analytics Insight

Menanggapi ancaman keamanan di industri kripto, Country Manager Advance.AI Indonesia Ronald Molenaar, mendorong perbankan, lembaga keuangan nonbank, dan pertukaran aset kripto untuk menerapkan langkah-langkah keamanan yang lebih ketat.

"Bank, baik tradisional maupun digital, multifinance, dan perusahaan kripto juga harus mengevaluasi dan menilai mitra mana yang tepat bagi mereka. Apakah mereka memiliki keahlian, bakat, dan teknologi yang diperlukan untuk mendukung bisnis," ungkapnya, dalam konferensi pers virtual, Kamis, 29 September 2022.

Itulah sebabnya, kata Ronald, manajemen data, keamanan, dan kepatuhan bagi setiap pelanggan menjadi perhatian penting bagi bisnis di masa mendatang. Kemudian, menggunakan artificial intelligence, big data and machine learning, sebagai bagian dari proses mendidigitalkan dan otomatisasi ke tingkat akurasi yang lebih tinggi.

"Ini semua mampu menurunkan biaya dan sumber daya yang dibutuhkan sekaligus mencegah risiko reputasi. Hanya dengan begitu peluang yang dihadirkan oleh era digital dapat sepenuhnya diselaraskan dan dimanfaatkan untuk menyeimbangkan inovasi dan perlindungan konsumen," klaim dia.