Sony Perluas Industri Game di Luar PlayStation
- Mirror
VIVA Tekno – Sony Group Corp pada hari Senin kemarin mengatakan akan mengakuisisi bisnis game mobile Savage Game Studios yang berbasis di Helsinki dan Berlin. Meski tidak menyebut angka, ini akan menjadi dorongan besar bagi konglomerat Jepang di luar game konsol.
Kepala game Sony, Jim Ryan pada bulan Mei menguraikan rencana untuk secara radikal memperluas portofolio game di luar konsol PlayStation 5 dan fokus pada game pemain tunggal dengan lebih banyak merilis di PC dan seluler.
Savage Game Studios, yang didirikan dua tahun lalu itu sedang mengerjakan layanan siaran langsung atau streaming untuk perangkat seluler.
Mereka akan menjadi bagian dari divisi seluler baru PlayStation Studios, kata Sony dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari situs Indian Express, Selasa, 30 Agustus 2022.
Konglomerat hiburan itu berharap bisa memanfaatkan lebih banyak pengeluaran konsumen untuk game dengan memperluas platform lain sambil bertahan melawan perubahan teknologi yang melonggarkan ikatan dengan perangkat keras seperti konsol game.
"PlayStation Studios harus terus memperluas dan mendiversifikasi penawaran kami di luar konsol, menghadirkan game baru yang luar biasa kepada lebih banyak orang daripada sebelumnya,” kata Kepala PlayStation Studios, Hermen Hulst.
Sony sedang berjuang untuk memproduksi konsol PS5 untuk memenuhi permintaan di tengah gangguan rantai pasokan dan pekan lalu mereka mengumumkan kenaikan harga di banyak pasar karena tekanan dari penguatan dolar AS.
Pada Juni 2022, PS5 terjual sebanyak 20 juta unit di seluruh dunia dan diklaim penjualannya habis terjual hanya dalam hitungan menit.
Sejak diluncurkan pada November 2020, pengecer di Amerika Serikat telah menjual PS5 hampir 1.000 unit per menit. Sebagai perbandingan, unit PS4 di AS terjual enam unit per menit pada tahap yang sama kala itu.
PS5 terjual lebih banyak dari PS4 di tahun pertama perilisannya. Namun, dua hambatan terbesar untuk mendapatkan lebih banyak PS5 yang diproduksi adalah pandemi Covid-19, yang menyebabkan kekurangan staf dan penutupan pabrik, dan dampak Rusia pada logistik yang juga turut memperlambat inventaris suku cadang.