Platform Digital Ini Ngaku 'Ketiban Rezeki' karena YouTube dan TikTok
- MCA
VIVA Tekno – Lebih dari 70 persen penduduk Indonesia melakukan pencarian online terlebih dahulu sebelum bertemu dokter. Lalu, sebanyak 20 persen pengguna internet di Tanah Air melakukan pengecekan simpton kesehatan secara online setiap minggu.
Menyadari kebutuhan akan media online terpercaya untuk menyebarkan konten informasi mengenai kesehatan di Asia, Jason Lim dan Claira Chua membuat sebuah rancangan solusi melalui Medical Channel Asia (MCA).
Saat ini, platform digital berbasis informasi kesehatan tersebut tumbuh pesat dengan pengguna aktif setiap bulannya.
"Data kami menunjukkan bahwa ada kebutuhan sangat penting akan media kesehatan, khususnya bagi orang-orang Asia, yang sudah terbiasa mencari sumber informasi kesehatan secara online. Permasalahannya adalah apakah bisa dipercaya?," kata Pendiri Medical Channel Asia, Jason Lim, di Jakarta, Sabtu, 13 Agustus 2022.
Ia melanjutkan, bersama-sama dengan para tenaga ahli kesehatan yang profesional serta dokter bersertifikat dari berbagai latar belakang dari seluruh Asia, MCA berupaya menolong para pencari informasi untuk mempermudah pencarian serta mendapat informasi yang kredibel.
Hanya dalam dua tahun, atau sejak berdiri pada 2020, MCA berhasil menarik pemirsa dari YouTube sebanyak lebih dari 1 juta penonton yang diunggah atau upload setiap harinya, serta lebih dari 5 juta penonton di TikTok.
Kesuksesan ini bisa tercapai berkat kontribusi kerja sama yang kreatif pada setiap video interview antara dokter ahli dan pelaku kesehatan yang mudah dikonsumsi oleh para penonton.
"Ini menunjukkan pertumbuhan yang stabil, baik sisi penonton maupun pengikut atau followers. Boleh dikatakan kalau kami sebagai platform digital berbasis kesehatan terbesar dan yang paling berkembang di Asia," klaim Jason.
Sementara Co-Founder Medical Channel Asia, Claira Chua, mengaku meskipun kontennya bisa dikonsumsi oleh seluruh masyarakat di seluruh dunia, namun informasi-informasi yang tersedia di MCA lebih menyasar kepada isu-isu kesehatan yang fokus kepada orang-orang Asia.
"Seluruh konten kami kini tersedia secara online dan bisa diakses. Solusi media kami juga bisa menjadi jembatan antara tenaga ahli kesehatan dan dunia farmasi sekaligus perusahaan alat kesehatan," tegas Chua.
Pada kesempatan yang sama, spesialis penyakit dalam dan kardiologist Dr Christopher Suwita dari Rumah Sakit Ukrida memaparkan jika penanganan pasien orang-orang Barat sangat kontras dengan pasien orang Asia.
"Pada umumnya, analisa inti masalah pada suatu penyakit tidaklah sangat berbeda berdasarkan konten," jelasnya. Tetapi, karena adanya perbedaan demografi dan nilai-nilai sosial budaya Barat dan Timur maka rekomendasi pun juga ikut berbeda, seperti terhadap pola diet, kegiatan fisikal, penanganan penyakit menular hingga dosis obat.
Adapun, Dr Sean Leo, ahli operasi Orthopaedic dari Orthokinetics di Singapura, mengatakan bahwa kerja sama dengan platform digital seperti MCA membuat para dokter dengan keahliannya masing-masing bisa membagikan informasi terkini mengenai kesehatan serta perkembangannya dengan orang-orang di dunia.
"Kebanyakan artikel-artikel kesehatan atau konten online sifatnya lebih umum dan luas. Sementara MCA lebih fokus pada perpaduan informasi kesehatan dan perawatan yang ditargetkan khusus pada masyarakat Asia. Saya rasa pendekatan seperti ini akan membantu memberikan opsi tindakan yang tepat bagi pasien," ujar Leo.