Heboh Aturan PSE, Kominfo: Beda Pengendalian Konten dengan PSE
- VIVA/ Muhammad Naufal
VIVA Tekno – Pemblokiran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menuai penolakan yang cukup keras dari masyarakat.
Salah satu keresahannya adalah peraturan kebijakan registrasi PSE ini yang tertuang dalam Permenkominfo 5/2020 ini, mengandung pasal-pasal karet yang ditakutkan akan menjadi seperti UU ITE yang dalam pengimplementasiannya mengandung banyak polemik.
Menanggapi hal ini, Kominfo menegaskan harus dibedakan antara wajib daftar dengan moderasi konten yang ramai-ramai diresahkan oleh publik.
"Harus bedain pengendalian konten dengan pengendalian PSE," ujar Dirjen Aptika Kominfo RI, Semuel A. Pangerapan, di Jakarta, Jumat, 29 Juli 2022.
Ia juga turut menjelaskan salah satu klausul yang tertuang pada pasal 9 ayat (3), tentang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.
"Meresahkan contohnya, bunuh diri secara online itu meresahkan engga itu? atau (konten) keagamaan itu?" Ujar Semuel.
Lebih dalam, ia juga turut menanggapi tuduhan aturan ini dapat mengganggu kebebasan pers, ia menegaskan Kominfo tidak pernah meminta takedown konten ataupun berita yang dimuat di media online.
"Kita tidak pernah meminta satu konten pun di media, yang ada di Dewan Pers. karena di UU kita media udah terdaftar di UU Pers, kalau mereka sudah daftar itu artinya mereka dilindungi oleh Dewan Pers." Tegas Semmy.
Sekali lagi, secara terpisah Semuel juga menegaskan kebijakan pendaftaran PSE ini untuk menjaga kedaulatan negara.
"Ini bukan hanya untuk pajak, tapi untuk tata kelola. Untuk membangun ekonomi digital kita perlu ekosistem digital dan semuanya harus trusted. Ini untuk menegakkan kedaulatan kita,” tegas Semuel pada Konferensi Pers virtual pada Minggu, 31 Juli 2022.
Senada, Nenden Sekar Arum, Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet menegaskan, bahwasanya ia sangat sepakat untuk membangun ekosistem yang dapat melindungi hak-hak bagi para penggunanya.
Kita sepakat untuk buat ekosistem yang bisa lindungi hak-hak pengguna." Ujar Nenden di Jakarta, Jumat, 29 Juli 2022.
Meskipun begitu, ia turut memberikan catatan terhadap regulasi yang mengatur hal terkait dengan berpandangan bahwasanya masih banyak regulasi-regulasi di Indonesia yang masih abai terhadap perlindungan hak-hak pengguna.
“Kita melihat masih banyak regulasi-regulasi yang ada masih abai terhadap hak-hak pengguna dan masih banyak penyalahgunaan regulasi bermasalah” tegas Nenden.
Berkenaan dengan aturan PSE yang diwajibkan oleh Kominfo pada hari ini, ia menganggap masih banyak pasal-pasal bermasalah di dalamnya.
"Kita lihat masih banyak pasal2 bermasalah di aturan permenkominfo ini, contohnya moderasi konten." ujarnya.
Ia juga menegaskan, ia tidak menginginkan Permenkominfo 5/2020 ini menjadi UU ITE yang baru.
"Kita engga mau Permen (5/2020) ini dalam tanda petik jadi UU ITE baru," Tegas Nenden.
Selain itu, pengacara publik LBH Jakarta, Shaleh Al Ghifari juga turut mengungkapkan bahwasanya, tindakan pemblokiran oleh Kominfo ini merupakan tindakan yang sewenang-wenang dan menyebabkan kerugian.
"Pemblokiran situs Steam, Epic Games hingga PayPal oleh Menkominfo dengan alasan tidak terdaftar di Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dengan dalih berdasarkan Permenkominfo No 5/2020 yang cacat hukum adalah tindakan sewenang-wenang, melawan hukum dan menyebabkan kerugian." Ujar Shaleh.