Respons Kominfo soal Tudingan Pasal Karet

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Misrohatun Hasanah

VIVA Tekno – Beberapa ahli Teknologi Informatika (TI) menuding adanya pasal karet di Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No.5/2020 yang diamandemen dengan No.10/2021.

"Tidak ada pasal karet. Terkait pasal yang dibicarakan itu harus ada dua unsur, benar-benar meresahkan dan benar-benar mengganggu ketertiban umum," ujar Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, Kamis malam, 21 Juli 2022.

Jadi jika pemerintah meminta takedown konten, menurutnya harus ada dasar hukum yang kuat. Kemudian dari pihak Kominfo akan melakukan profiling dan menyertakan pelanggaran serta bukti-buktinya.

"Apakah kita diamkan kalau ada konten demikian?" lanjut Semuel.

Pelaksana Tugas Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Teguh Arifiyadi lebih lanjut menjelaskan konten meresakan prinsipnya memiliki unsur kumulatif yang ditetapkan kementerian atau lembaga. 

Contoh konkret ada banyaknya konten yang belum tentu melanggar peraturan tapi masuk kategori meresahkan masyarakat, misal konten bunuh diri yang tidak ada hukumannya karena bukan provokasi maupun ujaran kebencian namun harus di-takedown.

"Boleh lihat statistik kami, konten meresahkan jumlahnya paling kecil dan tidak terkait provokasi dan kebebasan berpendapat. Boleh dicek datanya," kata Teguh.

Menurutnya konten meresahkan bukan produk dari Permen 5, itu murni Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019. Kemudian turunan ITE (Informasi dan Teknologi Elektronik) itu dituangkan dalam Permen 5 yang memberikan batasan, sama halnya seperti akses terhadap data dan sistem.

"Akses terhadap data dilakukan ketika data yang diminta tidak mencukupi untuk kepentingan penegak hukum atau pengawasan. Tapi selama mencukupi, tidak perlu adan akses ke data dan sistem," ujarnya.

Meski demikian, Kominfo memiliki komitmen untuk mengurangi kemungkinan salah tafsir atau penyalahgunaan dari pasal-pasal yang ada sehingga kritikan dari para pegiat media sosial telah masuk dalam agenda untuk dilakukan penyesuaian.

Kominfo juga memberi tahu bahwa kebijakan pemerintah bisa di ajukan gugatan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) jika ada pelanggaran atau merasa ada pembungkaman.

"Kita ingin ciptakan ruang digital yang kondusif, aman dan nyaman bagi masyarakat. Tidak lebih dan tidak kurang ingin jaga kedaulatan ruang digital kita," imbuh Semuel.