Ekosistem Pers Sehat dengan Pengaturan Hak Penerbit

Ilustrasi wartawan atau pers.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Pemerintah mendukung upaya Dewan Pers dan komunitas media dalam menciptakan ekosistem dengan kompetisi yang adil atau fair level playing field melalui pengaturan hak penerbit (publisher rights).

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong menyatakan pengaturan itu akan dapat menciptakan jurnalisme berkualitas dan sehat secara ekonomi.

"Salah satu intervensi atau peran kita sebagai subjek adalah dengan menciptakan sebuah ekosistem yang fair level playing field melalui publisher rights. Walaupun di dalamnya sebetulnya terkandung juga persaingan usaha atau monopoli,” tuturnya dalam Konvensi Nasional Hari Pers Nasional (HPN) 2022: Membangun Kedaulatan Nasional di Tengah Gelombang Digitalisasi Global, seperti dikutip dari YouTube, Selasa, 8 Februari 2022.

Menurut Usman, saat ini pemerintah sedang berdiskusi mengenai aturan yang akan ditetapkan, apakah akan berbentuk Undang-undang (UU), revisi UU, atau Peraturan Pemerintah (PP).

"Jika kita lihat memang rezim dari publisher rights ini luas juga. Apakah bersifat copyright atau lebih ke news bargaining code atau apa persaingan usaha? Masing-masing ada kelebihan sekaligus punya kelemahan,” kata dia.

Oleh karena itu, lanjut Usman, baik pemerintah maupun industri media perlu berdiskusi apakah akan mengkombinasikan aturan itu atau fokus kepada salah satunya saja.

Usman pun berharap pengaturan tersebut dapat terwujud dalam waktu dekat. Bahkan, kata Usman, saat ini Kominfo tengah mendiskusikan prosedur pengaturan tersebut dengan Direktur Jenderal Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM.

“Supaya nanti aturan ini bisa segera kita buat dan kemudian diterapkan. Saya kira harus dirumuskan dengan sangat baik dan sekarang ini sedang dirumuskan naskah kedua dari publisher rights, sekaligus naskah akademiknya,” ujarnya. Usman menjelaskan, model publisher rights atau news bargaining code kini sudah menjadi fenomena global.

Hal itu seperti diterapkan dalam News Media and Digital Platforms Mandatory Bargaining Code 2021 di Australia, Journalism Competition and Preservation Act di Amerika Serikat, kemudian “Directive on Copyright in the Digital Single Market (CDSM)” di Uni Eropa yang diadopsi oleh Prancis, Italia, dan Denmark.

Menurut Usman, pengaturan mengenai publisher rights akan menciptakan sebuah ekosistem yang bersifat mandatori. “Artinya obligation, jadi kewajiban atau obligatory. Bukan bersifat inisiatif atau kesukarelaan. Inilah letak pentingnya kenapa kita harus melakukan intervensi melalui peraturan undang-undangan,” papar dia.