Bonus Demografi Jangan Hanya Numpang Lewat
- ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
VIVA – Indonesia harus bisa memanfaatkan bonus demografi yang akan habis pada 2038. Caranya meningkatkan pendapatan per kapita menjadi US$12.500 (Rp180,4 juta) atau tiga kali lipat dari saat ini yang baru mencapai sekitar US$4 ribu (Rp57,7 juta).
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Ia juga bercerita saat Indonesia mengalami krisis moneter pada 1998, pendapatan per kapitanya hanya US$463 (Rp6,7 juta). Lalu, 20 tahun kemudian atau pada 2018, tumbuh seribu persen menjadi US$4.051 (Rp58,4 juta) per kapita.
"Tantangan yang akan datang, dari (pendapatan per kapita) US$4 ribu saat ini harus tumbuh US$12.500 sebelum bonus demografi kita habis 17 tahun lagi," ungkap dia, Jumat, 20 Agustus 2021.
Lutfi melanjutkan, ketika bonus demografi habis dan Indonesia tidak bisa mengembangkannya, maka siap-siap saja terperangkap dalam middle income trap atau jebakan kelas menengah. "Jadi, kita harus bersama-sama untuk bisa bekerja supaya keluar dari middle income trap," jelasnya.
Namun, bukan hanya dihadapkan oleh jebakan kelas menengah, tetapi pada saat yang bersamaan Indonesia juga harus keluar dari yang disebut thucydides trap. Lutfi menerangkan, thucydides trap adalah ketika dua negara adidaya adikuasa di puncak dunia berinteraksi.
Seperti kita ketahui sekarang Amerika Serikat (AS) dan China sedang sama-sama berinteraksi dan sedang mengadakan perang dagang. Meski satu hal, ini adalah tempat terbaik karena Indonesia akan kebanjiran order ketika terjadi perselisihan dagang dua negara tersebut.
Oleh sebab itu, Lutfi menegaskan Indonesia harus mendatangkan solusi, bukan hanya keluar dari jebakan kelas menengah, tetapi Indonesia juga memastikan bahwa tidak ada perselisihan di kawasan. Mantan kepala BKPM tersebut berharap akan ada sebuah solusi dari sisi jurnalisme terhadap isu yang terjadi.
Lutfi mengaku bahwa ia menjadi bagian dari masyarakat yang menunggu jurnalisme baru yang ditawarkan situs inilah.com. "Karena, solusi daripada jurnalisme solusi ini adalah sesuatu yang sangat penting," paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Mantan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP), Fahd Pahdepie, mengkritisi kondisi masyarakat Indonesia yang mudah marah, tanpa disadari dibentuk oleh media massa.
Menurutnya, tidak jarang informasi yang disampaikan termasuk hoax, fitnah keji, hingga ujaran kebencian (hate speech). Dengan begitu kerap membuat masyarakat pusing dan bingung.
"Secara teori disebut media chaos. Penuh dengan kebencian dan fitnah. Media tanpa sadar menciptakan masyarakat yang mudah tersulut emosinya," ujar pria yang berprofesi sebagai pengusaha tersebut.
Fahd lalu mengklaim seharusnya media massa memiliki peran untuk mendorong masyarakat menjadi lebih baik, termasuk penerapan metode jurnalisme solusi. "Metode ini adalah pendekatan media untuk membongkar permasalahan dan diadvokasi untuk mencari jalan keluar," tutur dia.