Pertama dalam Sejarah, Apotek Jualan Ganja
- dw
Penggunaan ganja untuk tujuan pengobatan alias ganja medis dilegalkan di Jerman sejak 2017. Dua tahun kemudian, Institut Obat dan Alat Kesehatan Federal Jerman (BfArM) telah memilih tiga kontraktor pembudidaya ganja untuk memastikan pasokan nasional.
Dua di antaranya berbasis di Kanada, yaitu Aurora Cannabis dan Aphria RX, sementara satu lainnya berbasis di Jerman yaitu startup bernama Demecan.
Sejauh ini, baru Aphria RX yang mengirimkan produk pertamanya ke pasar Jerman. Sementara Aurora dan Demecan masih belum merinci kapan akan melakukan produksi pertamanya, demikian menurut keterangan resmi yang diterima DW.
Salah satu perkebunan ganja milik Aphria RX berada di Neumünster, Jerman. Petani di sana baru-baru ini bergembira ria karena telah berhasil memanen ganja legal pertama mereka.
Perkebunan telah berhasil memproduksi 50 kg ganja, tapi pihak perusahaan mengatakan kepada DW, mereka akan memperluas kapasitas produksi menjadi sekitar 1 ton dalam 12 bulan ke depan.
Pasokan pertama dari Neumünster itu kini telah dikirim ke apotek di seluruh Jerman. Ganja medis tersebut nantinya akan didistribusikan "hanya dengan resep dokter” kepada pasien, terutama yang menderita nyeri, spastisitas dan anoreksia.
Sederet hambatan produksi
Di dalam rencana legalisasi ganja Jerman pada 2017, para pembudidaya sejatinya diharapkan dapat mengirimkan produk ganja yang ditanam di Jerman pada akhir tahun lalu. Tetapi, pandemi COVID-19 telah memaksa perusahaan menunda produksi sehingga menyebabkan kemacetan pasokan.
Alfredo Pascual, seorang analis pasar ganja di perusahaan investasi Seed Innovations bahkan menyebut panen 50 kg dari Aphria RX baru-baru ini hanya bersifat "simbolis”.
"Produksi di Jerman telah berulang kali tertunda, dan kita tidak punya jaminan sama sekali terkait berapa banyak ganja yang akan dipanen atau dikirim selama beberapa bulan ke depan,” jelasnya kepada DW.
Namun, terlepas dari adanya penundaan operasional, peluncuran ganja Jerman awalnya justru terhambat oleh kesalahan regulasi.
Pada 2018, pengadilan sempat menghentikan proses tender untuk perusahaan yang ingin menanam dan memasok ganja, dengan menyebut bahwa proses tersebut berlangsung dalam waktu yang terlalu singkat.
Permintaan ganja meningkat
Menurut Jürgen Neumeyer, direktur pelaksana Asosiasi Industri Bisnis Ganja Jerman (BvCW), dimulainya budidaya ganja di Jerman adalah sebuah sinyal positif.
"Ini akan membuat lebih banyak dokter medis membiasakan diri untuk melakukan perawatan dengan ganja,” ujarnya dalam wawancara dengan DW. Menurutnya, kanabinoid masih menjadi sebuah niche product, tetapi permintaan akan produk tersebut ia akui terus meningkat sejak ganja medis dilegalkan.
Perusahaan asuransi kesehatan Jerman memang tidak mempublikasikan data tentang berapa banyak pasien yang diberi resep obat ganja. Tetapi analis industri memperkirakan angkanya bisa mencapai sekitar 90 ribu orang.
Neumeyer pun mengatakan dirinya skeptis bahwa petani Jerman sendiri akan dapat mengatasi kemacetan pasokan ganja saat ini. Menurutnya, angka impor juga pasti akan meningkat. Menurut data BfArM, pasar Jerman telah mencatat rekor impor ganja sebesar 9.249 kilogram pada 2020.
Tekanan terkait harga ganja
Karena ganja medis ditanam atas instruksi pemerintah, maka pemerintah pulalah yang kemudian menentukan berapa harganya.
Hingga awal 2019, ada laporan yang menyatakan bahwa eksportir Kanada menjual ganja yang belum diproses seharga 8,80 Euro (Rp150 ribu) per gramnya di Jerman. Tapi BfArM kini telah menetapkan harga grosir untuk ganja medis yang dibudidayakan di Jerman pada angka 2,30 Euro (Rp39 ribu) per gram.
Stephan Kramer, direktur eksekutif grosir farmasi Heyday, meyakini bahwa nantinya akan ada perubahan terkait harga ganja di Jerman. "Harga eceran ganja akan disesuaikan lebih murah dalam 12 hingga 18 bulan ke depan,” katanya kepada DW melalui email.
Menurut Kramer, tekanan terkait harga akan muncul dari meningkatnya impor ganja dari luar negeri, yang sejatinya memiliki biaya operasional menanam ganja yang jauh lebih murah.
Contohnya seperti Heyday, kebanyakan mengimpor produk ganjanya dari Portugal, yang memiliki tenaga kerja berbiaya rendah, kondisi iklim yang ideal, dan juga persyaratan peraturan yang mudah.
Analis dari Seed Innovations, Alfredo Pascual juga berpendapat bahwa selama produsen Jerman dipaksa untuk menanam ganja hanya di bunker saja, maka ganja di tempat lain akan tetap lebih murah.
Menurutnya, sebuah "perkembangan signifikan” baru akan muncul jika produksi dalam negeri Jerman benar-benar berhasil mencapai sekitar seperempat kebutuhan pasar nasional seperti yang direncanakan.
Ia juga berpendapat bahwa perusahaan Jerman akan lebih diuntungkan jika berfokus pada bagian hilir rantai pasokan ganja, seperti produk kanabinoid olahan. gtp/as