Hacker Korea Utara Mau Curi Informasi Vaksin COVID-19 Pfizer
- Pixabay
Badan Intelijen Nasional (NIS) Korea Selatan memberikan informasi bahwa peretas atau hacker Korea Utara mencoba mencuri sistem informasi yang mencakup vaksin COVID-19 dengan menggunakan perang dunia maya dari perusahaan farmasi Pfizer.
Hal itu disampaikan oleh anggota parlemen Ha Tae-keung kepada wartawan. Kantor Pfizer di Asia dan Korea Selatan belum memberikan pernyataan mengenai upaya peretasan ini.
Pada akhir 2020, baik Pfizer maupun BioNTech, mengatakan bahwa dokumen yang berkaitan dengan vaksin "diakses secara tidak sah" melalui serangan dunia maya di server European Medicines Agency (EMA), regulator obat Uni Eropa.
Pernyataan itu muncul setelah EMA yang berbasis di Amsterdam, Belanda, mengatakan telah menjadi korban serangan peretasan, tanpa menyebut kapan itu terjadi.
Daftar panjang upaya peretasan Pyongyang
Tuduhan meretas Pfizer muncul hanya satu minggu setelah laporan rahasia PBB yang dilihat oleh AFP, mengungkap bahwa hacker Korea Utara telah mencuri lebih dari US$300 juta uang kripto atau cryptocurrency melalui serangan siber dalam beberapa bulan terakhir. Hasil curian tersebut diduga digunakan untuk mendukung program senjatanya.
Dokumen itu juga menyebutkan lembaga keuangan dan bursa yang diretas, dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan bagi pengembangan nuklir dan rudal Pyongyang.
Kemampuan perang dunia maya Pyongyang pertama kali mencuat secara global pada tahun 2014 ketika dituduh meretas Sony Pictures Entertainment sebagai aksi balas dendam atas "The Interview", film satir yang mengejek pemimpin Kim.
Serangan tersebut membocorkan beberapa film yang belum dirilis dan banyak dokumen rahasia online lainnya.
Korea Utara juga dituduh melakukan pencurian dana besar-besaran senilai US$81 juta (Rp1,1 triliun) dari Bank Sentral Bangladesh dan pencurian US$60 juta (Rp836,5 miliar) dari Bank Internasional Timur Jauh Taiwan.
Peretas Pyongyang juga turut disalahkan atas serangan siber global dengan ransomware WannaCry 2017, yang menginfeksi sekitar 300 ribu komputer di 150 negara, mengenkripsi file pengguna, dan menuntut tebusan ratusan dolar dari para pengguna agar kembali mendapatkan akses komputernya.
Pyongyang membantah tuduhan itu dan mengatakan mereka "tidak ada hubungannya dengan serangan-serangan dunia maya." ha/hp (AFP, Reuters)