Merger Indosat dan Tri Indonesia Harus Hati-hati

Pengecekan salah satu perangkat Base Transceiver Station (BTS) milik operator seluler.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dewi Fajriani

VIVA – Aksi korporasi dua perusahaan global, Ooredoo asal Qatar dan CK Hutchison dari Hongkong, lewat mekanisme merger untuk menjalankan bisnis bersama di Indonesia, yang melibatkan PT Indosat Ooredoo Tbk dan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia), harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan persoalan baru.

Menurut Direktur Ekskutif ICT Institute, Heru Sutadi, sebuah merger harus melalui fase-fase atau pun mengikuti regulasi yang ada, termasuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

"Artinya, nanti perlu langkah-langkah berikutnya ada KPPU yang mengevaluasi. Jadi, memang masalah monopoli itu menjadi domain KPPU. Nah, apakah merger ini bisa arahnya ke sana atau seperti apa," katanya, dalam diskusi online 'Musim Merger dan Akuisisi Operator Telekomunikasi', Rabu, 3 Februari 2021.

Heru juga mengungkapkan, monopoli berpotensi jika terjadi 50 persen +1, menurut undang-undang. Sementara, merger Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia dinilai tidak berpotensi monopoli.

"Tapi memang ini menjadi domain KPPU. Bagaimana mereka mengevaluasi potensi persaingan usaha yang sehat, tidak hanya monopoli tapi memang industri (telekomunikasi) ini benar-benar sehat. Jadi menyelesaikan masalah tanpa ada masalah. Jangan sampai konsolidasi menimbulkan persoalan baru," tutur dia.

Kesepakatan Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia pada akhir 2020 akan menciptakan operator seluler terbesar kedua di Tanah Air di bawah PT Telekomunikasi Selular atau Telkomsel. Secara hukum yang berlaku, kemitraan ini akan berlaku hingga 30 April 2021.

Senada, anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan meminta Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia untuk berhati-hati dalam melakukan konsolidasi. Ia pun mengingatkan merger bukan berarti selesai begitu saja.

"Merger akan menyedikitkan pemain. Itu pasti terjadi. Untuk itu perlu diperhatikan kepatuhan atau compliant terhadap peraturan antimonopoli. Kami, pada dasarnya tidak menghalangi. Apalagi sekarang di UU Cipta Kerja diberikan peluang bahwa merger tidak hanya mengakuisisi pelanggan tapi termasuk frekuensi," ujar Farhan.

Sementara itu, Wakil Direktur Utama Tri Indonesia, Danny Buldansyah, mengaku jika saat ini telah mengumpulkan data serta menunjuk konsultan hukum dan keuangan. "Tidak hanya kami tapi juga Indosat Ooredoo. Kemudian, kita mulai bertukar data," jelasnya.

Ia juga memberi isyarat bahwa nota kesepahaman antara kedua perusahaan tersebut merupakan keseriusan untuk melakukan konsolidasi. Meski begitu, Danny mengakui untuk merealisasikan harapan itu tentunya tidaklah mudah.

Karena, merger atau konsolidasi ini bisa terjadi secepatnya baik secara administrasi maupun regulasi, atau bisa comply semua. "Harapannya, ketika bersatu nanti sinergi dua perusahaan bisa membawa keuntungan. Satu tambah satu tidak dua tapi bisa empat atau lima," tutur Danny.