UKM Terdampak Aturan Pajak untuk Kartu Perdana dan Pulsa

Ilustrasi kartu SIM dan smartphone.
Sumber :
  • www.pixabay.com/Pexels

VIVA – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) sedang berkoordinasi dengan operator seluler mengenai peraturan baru dikeluarkan pemerintah tentang pajak untuk pulsa dan kartu perdana.

Wakil Ketua Umum ATSI, Merza Fachys, mengaku saat ini sedang menyamakan pemahaman mengenai aturan tersebut. "Kita masih akan terus berkoordinasi dengan semua kanal distribusi yang ada," kata dia, Sabtu, 30 Januari 2021.

Kementerian Keuangan pada Jumat, 29 Januari kemarin, mengumumkan akan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk penjualan pulsa, voucher, kartu perdana, dan token listrik mulai Senin, 1 Februari 2021.

Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang penghitungan dan pemungutan PPN serta PPh atas penyerahan atau penghasilan sehubungan dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher.

Pada kesempatan terpisah, dua dari tiga operator seluler langsung memberi tanggapan soal aturan baru tersebut. "Saat ini kami masih mengkaji dan mempelajarinya secara internal," kata Vice President Corporate Communications Telkomsel, Denny Abidin.

Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar implikasi secara menyeluruh dalam skema bisnis produk dan layanan anak usaha Telkom tersebut. Sementara itu, Wakil Direktur Utama Tri Indonesia, M. Danny Buldansyah, juga menyatakan sedang mempelajari aturan tersebut. Meski begitu mereka akan mengikuti ketentuan pemerintah.

"Kami tetap berusaha agar layanan berkualitas kami dapat diperoleh dengan harga terjangkau," ungkapnya. Adapun XL Axiata menyatakan belum bisa memberikan komentar karena saat ini masih mempelajari aturan tersebut.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama, mengatakan pungutan PPN untuk pulsa dan kartu perdana hanya dikenakan sampai ke distributor tingkat II atau server, rantai distribusi setelahnya tidak berlaku.

Sebab, pulsa, kartu perdana dan token listrik selama ini sudah dikenakan pajak sehingga Kementerian Keuangan menyatakan tidak ada jenis dan objek pajak baru dalam hal ini. "Pengecer sampai konsumen tidak dipungut PPN," jelasnya.

Menanggapi soal rantai distribusi, Merza Fachys mengatakan status dan ukuran perusahaan dari jenjang operator hingga outlet yang melayani konsumen tidak sama. Ia menjelaskan, toko pengecer hampir seluruhnya merupakan usaha kecil dan menengah (UKM). "Saya justru khawatir para pengecer akan terdampak dengan kebijakan ini," papar dia. (Ant)