Merger, Indosat dan Tri Indonesia Jadi Operator Seluler Terbesar Kedua
- Dokumen Indosat Ooredoo
VIVA – Menjelang tutup tahun 2020, perusahaan telekomunikasi Qatar, Ooredoo dan raksasa keuangan Hongkong, CK Hutchison, resmi menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk menjalankan bisnis bersama di Indonesia, yang melibatkan PT Indosat Ooredoo Tbk dan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia).
Dikutip dari situs Nikkei Asia, Selasa, 29 Desember 2020, kesepakatan ini akan menciptakan operator seluler terbesar kedua di Tanah Air di bawah PT Telekomunikasi Selular atau Telkomsel. Secara hukum yang berlaku, kemitraan ini akan berlaku hingga 30 April 2021.
"Ooredoo sedang dalam tahap awal menilai manfaat dari transaksi potensial tersebut. Sebagai bagian dari strategi perusahaan, kami secara teratur meninjau prioritas strategis dan posisi pasar di semua operasional kami serta kontribusinya terhadap grup," demikian bunyi keterangan resmi Ooredoo.
Sementara itu, CK Hutchison mengatakan bahwa transaksi potensial tunduk pada uji tuntas, kesepakatan persyaratan, penandatanganan perjanjian definitif dan mendapatkan semua persetujuan perusahaan dan peraturan yang diperlukan.
Atas kabar ini maka saham Indosat naik 7,6 persen dan memberikan kapitalisasi pasar sebesar Rp30,70 triliun. Ooredoo memiliki 65 persen saham di Indosat, yang menjadikan mereka operator telekomunikasi terbesar ketiga di Indonesia dengan pangsa pasar 13 persen pada 2018.
Pemerintah Indonesia juga memiliki 14 persen saham di Indosat Ooredoo. Sedangkan Tri Indonesia, merupakan operator telekomunikasi yang menguasai 7 persen pangsa pasar di Tanah Air. Merger dua operator telekomunikasi ini akan mengurangi beban investasi, terutama karena Indonesia akan segera beralih ke jaringan 5G dalam waktu dekat.
Pengamat telekomunikasi Nonot Harsono mengatakan banyak keuntungan yang didapat apabila Indosat dan Tri Indonesia benar-benar merger. Menurutnya, yang berharga untuk digabungkan adalah spektrum atau pita frekuensi, sumber daya manusia (SDM), dan aset.
Kemudian, keuntungan lainnya merger antara Indosat dan Tri Indonesia seharusnya tidak perlu ada pita frekuensi yang dikembalikan karena alokasinya untuk Tri Indonesia tidak banyak. Jika digabungkan maka jumlah pita frekuensinya tidak banyak selisih dengan milik Telkomsel dan XL Axiata plus Axis.
Gabungan ini menjadi 30MHz, sedangkan Telkomsel dan XL Axiata masing-masing memiliki pita frekuensi 15MHz. "Selain itu, keduanya sudah banyak pengalaman untuk bisa kesampingkan hal-hal minor dalam proses valuasi," ungkap Nonot kepada VIVA Tekno.