Jangan Salah Langkah Berinvestasi

Ilustrasi arah investasi
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Saat ini perkembangan teknologi semakin memudahkan berbagai kalangan untuk berinvestasi. Pada dasarnya, investasi merupakan suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk melindungi nilai aset yang dimilikinya.

Investasi juga bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau menambah nilai aset dari modal awal yang dikeluarkan oleh si pemilik. Saat ini, sudah banyak orang yang menyadari pentingnya berinvestasi. Salah satunya dana pensiun.

Baca: Laris Manis, Perusahaan Ini Jadi Rebutan Investor Global

Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Budi Frensidy menuturkan, beberapa instrumen di pasar keuangan bisa menjadi pilihan, dengan catatan memiliki risiko kecil.

Sebut saja Surat Berharga Negara (SBN), Surat Utang Negara (SUN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Obligasi Negara Ritel (ORI), serta obligasi korporasi berperingkat AAA. Mengenai investasi dana pensiun milik perusahaan pelat merah, ia mengatakan harus lebih likuid.

Namun, dana pensiun BUMN bisa ditempatkan di pasar uang seperti deposito. Meski begitu Budi mengingatkan satu hal. “Untuk investasi jangka pendek, tidaklah bijak (dana pensiun BUMN) ditempatkan di saham dan properti,” kata dia, Jumat, 16 Oktober 2020.

Data terakhir menunjukkan, dana pensiun BUMN mencapai Rp149 triliun atau 52 persen dari total dana pensiun di Indonesia yang nilainya mencapai Rp289 triliun. Dari dana pensiun BUMN yang sebesar itu, sekitar 68 persen atau Rp101 triliun adalah Dana Pensiun Pemberi Kerja Manfaat Pasti (DPPK MP).

Akan tetapi, sekitar 67 persen DPPK MP BUMN memiliki rasio kecukupan dana (RKD) di bawah 100 persen. Sedangkan RKD merupakan salah satu ukuran kesehatan DPPK MP. RKD adalah rasio kekayaan Dana Pensiun dibagi dengan kewajiban Dana Pensiun.

Baca juga: Investor Gojek Lagi-lagi Suntik Induk Usaha Rumah.com Triliunan Rupiah

Jika RKD mencapai 100 persen atau lebih, maka pendanaan Dana Pensiun dalam keadaan dana terpenuhi (fully funded). Jika RKD berada di bawah 100 persen, pendanaan Dana Pensiun disebut dalam keadaan dana tidak terpenuhi (unfunded).

Sedangkan selisih kurang antara kekayaan Dana Pensiun dengan kewajibannya disebut kekurangan pendanaan (defisit). Adapun total defisit DPPK MP BUMN cenderung membesar.

Sementara itu, terjadi pula penambahan jumlah DPPK MP BUMN yang masuk dalam kategori Dana Pensiun dengan RKD di bawah 100 persen. Menurut Budi, RKD DPPK MP BUMN yang berada di bawah 100 persen disebabkan oleh pertumbuhan gaji yang lebih besar dari asumsi dan return yang lebih rendah dari target budget.

“Jadi, dana pensiun yang tadinya fully funded bisa berubah dalam satu tahun atau beberapa waktu ke depan menjadi unfunded. Untuk mengatasi RKD di bawah 100 persen, perlu ada injeksi atau setoran tambahan agar kekurangan tersebut bisa tertutupi," jelasnya.

Ia pun memperkirakan, lebih dari 80 persen DPPK MP BUMN memiliki portofolio investasi dalam bentuk penyertaan langsung dan tanah atau bangunan. Padahal, investasi tersebut tergolong kurang likuid, sehingga cenderung kurang optimal. Hal tersebut dikhawatirkan dapat berdampak terhadap likuiditas dana pensiun.

"Oleh karena itu dibutuhkan semacam arahan investasi untuk DPPK MP BUMN agar penempatan investasi dana pensiun lebih aman dan pengawasan lebih optimal," ungkap Budi.