Terbang Pakai Roket SpaceX, Satelit Satria Masih Punya Tantangan Lain

Persiapan peluncuran Satelit Merah Putih milik Indonesia dari Amerika Serikat (AS).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Saptono

VIVA – Terbang menggunakan Roket Falcon 9 milik SpaceX, bukan berarti Satelit Satria aman-aman saja. SpaceX merupakan perusahaan teknologi yang didirikan Elon Musk pada 18 tahun silam, sedangkan manufaktur satelitnya berasal dari Thales Alenia Space, Prancis.

Satu sisi, jika tidak ada aral melintang Satelit Republik Indonesia atau Satria akan mengorbit di luar angkasa pada 2023. Namun, sisi lain, ternyata ada tantangan lain yang harus dihadapi sebelum peluncuran tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti, Anang Latief.

Baca: Indonesia Kepincut SpaceX

"Tantangannya di integrasi. Pengiriman Satelit Satria dari Prancis ke lokasi peluncuran di Florida, Amerika Serikat (AS). Lebih ke perjalanannya," katanya, Kamis, 3 September 2020. Ia menyebutkan untuk memastikan proyek berjalan lancar, maka akan menempatkan sejumlah orang untuk memantau di Prancis maupun AS.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyebut ada tiga tahapan penting saat proses peluncuran Satelit Satria. Pertama adalah proses produksi di Prancis. Selanjutnya, pengiriman Satria dari Prancis ke tempat peluncuran roket di AS. Terakhir, ketika Satelit Satria meluncur ke luar angkasa.

"Tahap ketiga adalah tahap peluncuran. Sampai atau tidak di orbit," ungkapnya. Johnny berharap agar ketiga proses ini berjalan dengan lancar, termasuk selesai sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Sebagai informasi, proyek Satelit Satria akan menghadirkan layanan wifi gratis untuk 150 ribu titik layanan publik di berbagai wilayah Indonesia. Setiap titik layanan akan menyediakan kapasitas internet 1 Mbps.

Dari 150 ribu titik tersebut 93.900 titik sekolah dan pesantren, 47.900 kantor desa, kelurahan, dan kantor pemerintahan daerah, 3.700 titik fasilitas kesehatan serta 4.500 titik layanan publik lainnya.

Direktur Utama PT Pasifik Satelit Nusantara, Adi Rahman Adiwoso mengatakan, pengadaan Satelit Satria dan Roket Falcon 9 sudah melewati proses tender. Untuk satelit misalnya, diundang lima pabrikan internasional yakni Airbus, Boeing, Thales Alenia Space, Lockheed dan SSL.

Baca juga: Mimpi Merdeka Sinyal, antara Tol Langit dan Satelit Satria

Ia menuturkan hanya Thales Alenia Space yang menyanggupi kerja sama dengan tiga syarat. Ketiganya adalah jadwal, keuangan, dan juga spesifikasi satelit. "Mereka (Thales) kasih banyak hal yang kita butuhkan. Masalah jadwal juga cukup agresif," tuturnya.

Sedangkan untuk roket terdapat empat perusahaan yang diperhitungkan. Namun, kata Adi, salah satu perusahaan dari Rusia banyak mengalami kegagalan terbang sehingga tidak berani memilih. Perusahaan roket asal China juga tidak jadi dipilih. Adi beralasan hal ini karena ada embargo dari AS atas pemakaian roket dari negeri Tirai Bambu itu.

"Sisanya tinggal Thales Ariane Space dari Prancis dan SpaceX. Kami akhirnya pilih nama terakhir. Perusahaan teknologi luar angkasa milik Elon Musk itu sebelumnya juga pernah dipakai untuk membawa Satelit Nusantara 1 ke orbit tahun lalu," jelas Adi.

Biaya keseluruhan Satelit Satria mencapai Rp20,68 triliun. Salah satunya untuk biaya operasional selama masa konsensi 15 tahun. Satelit ini menggunakan teknologi High Throughput Satellite.