Begini Penularan COVID-19 di Udara, Pakai Masker dan Jangan Nongkrong
- VIVAnews/Kenny Putra
VIVA – Virus Corona COVID-19 menyebar melalui tetesan dan aerosol antar manusia. Awalnya masih diyakini penyebaran terjadi hanya melalui tetesan dan fomites (permukaan yang terinfeksi), tetapi ilmuwan berhasil mengungkap teori penyebarannya di udara.
Pada Juli 2020, sebanyak 239 ilmuwan menandatangani surat kepada Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO untuk mengakui penyebaran COVID-19 melalui udara. Mereka meminta pemerintah seluruh dunia dan WHO secepatnya mengatasi masalah tersebut.
Menurut WHO, tetesan berukuran lebar 5-10 mikrometer dan aerosol dengan lebar kurang dari 5 mikrometer. Keduanya memiliki kemampuan membawa viral load. Satu-satunya perbedaan antara keduanya adalah ukuran.
Dikutip dari laman Thewire, Senin, 31 Agustus 2020, setiap negara kini mewajibkan kebijakan memakai masker untuk mencegah penyebaran COVID-19 di dalam ruang tertutup.
Kasus penularan COVID-19 di call center di Korea Selatan dan rumah sakit dengan pasien COVID-19 yang dipelajari oleh ilmuwan di University of Florida, AS dengan jelas menunjukkan bahwa virus ditularkan bahkan ketika orang menjaga jarak enam kaki dari satu sama lain.
Kini, para ilmuwan mengumpulkan sampel di udara sejauh 2-4,8 meter (6,5-15,7 kaki) dari pasien, mengekstraksi virus dari sampel tersebut, dan kemudian gen mereka untuk mengonfirmasi keberadaan Virus Corona jenis baru tersebut.
Aerosol dihasilkan ketika gumpalan partikel pernapasan yang mengandung virus dilepaskan melalui napas berat, batuk, dan bersin dari faring di mana mengandung viral load yang sangat tinggi selama fase pra-gejala dan fase tanpa gejala dari infeksi COVID-19.
Partikel aerosol bertahan di udara selama berjam-jam. Pada waktunya, mereka dapat menguap lebih jauh menjadi lebih kecil, dan lebih sedikit dipengaruhi oleh gravitasi dan lebih banyak oleh angin. Dengan demikian, mereka tetap melayang di udara lebih lama, terutama di dalam ruangan yang berventilasi buruk seperti bar atau restoran.
"Kami dapat mendeteksi akumulasi aerosol potensial dengan memantau konsentrasi gas CO2 (karbondioksida yang dikeluarkan dari mulut manusia saat bernafas atau berbicara). Setiap kali konsentrasi CO2 terlihat meningkat maka aerosol menumpuk tanpa keluar dari ruangan. Ini yang perlu segera dikeluarkan," tulis penelitian itu.
Dengan pemantauan memakai alat tersebut maka sirkulasi udara di dalam ruangan harus ditingkatkan dan memberikan ventilasi yang lebih baik. Selain itu tetap memakai masker setiap kali melangkah keluar meskipun kita menjaga jarak secara fisik dari orang lain.
"Termasuk, acara-acara khusus seperti keagamaan dan pernikahan harus dibatasi. Kami juga tidak ragu mengatakan bahwa panas sinar Matahari mampu mematikan virus," tegas para ilmuwan tersebut.
Akan tetapi, pada sisi lain, saat musim panas berakhir dan musim hujan segera datang, kelembaban atmosfer naik dan langit mendung menghalangi sinar Matahari. Hal ini menciptakan kondisi optimal untuk aerosol bertahan di udara lebih lama. Maka, hal yang paling utama untuk tetap dilakukan adalah pakai masker dan hindari kerumunan.