Wahana Antariksa Berhasil Lebih Dekat ke Matahari, Ini yang Terjadi
- bbc
Wahana antariksa Eropa, Solar Orbiter (SolO), berada pada jarak terdekat dengan Matahari, hanya sekitar 77 juta kilometer.
SolO diluncurkan ke ruang angkasa pada Februari dengan misi mendapatkan lebih banyak informasi tentang faktor-faktor yang menentukan perilaku dinamis Matahari.
Dalam beberapa tahun ke depan, posisinya akan lebih dekat lagi, hanya berjarak sekitar 43 juta kilometer dari Matahari, dalam beberapa kesempatan.
Para ilmuwan mengatakan SolO akan mengambil foto-foto Matahari yang belum pernah diambil sebelumnya. Jarak yang relatif dekat ini diharapkan akan menghasilkan foto Matahari yang sangat mendetail.
Ada alasan khusus mengapa posisinya tidak bisa lebih dekat lagi, ini semua untuk mematikan SolO dan instrumen yang ada pada wahana ini tidak rusak terpapar panasnya Matahari.
- Solar Orbiter: Wahana penjelajah ruang angkasa dilesatkan menuju matahari
- Cahaya Utara terlihat lebih jelas akibat letusan Matahari
- Pemandangan spektakuler saat matahari terbenam: Bagaimana terjadinya gejala alam itu?
Wahana ini memang dilengkapi pelindung, yang terbuat dari tulang binatang yang dipanggang, yang bisa tahan panas hingga 600 derajat Celsius.
Sejauh ini, hanya lima misi yang pernah masuk jauh ke dalam Sistem Tata Surya kita, yaitu: Mariner 10, Helios 1 & 2, Messenger, dan Wahana Parker Solar.
Sebagai gambaran, jarak rata-rata antara Bumi kita dan Matahari adalah 149 juta kilometer. SolO adalah wahana antariksa milik Badan Ruang Angkasa Eropa (ESA), yang dibangun di Inggris oleh Airbus.
Amati lontasan massa korona
Dalam beberapa bulan terakhir, anggota tim antara lain mengecek sistem dan menjalankan 10 instrumen ilmiah di wahana tersebut.
Pengoperasian eksperimen pada wahana tersebut baru bisa dilakukan sekitar satu tahun lagi, namun alat magnometer sudah bisa berfungsi dengan baik.
Alat ini dipasang di bagian belakang wahana dan berfungsi untuk mendeteksi medan magnet yang ditemukan pada angin Matahari, istilah yang dipakai untuk menggambarkan arus partikel bermuatan yang tertiup menjauh dari Matahari.
Alat ini sudah berhasil menangkap efek dari ledakan besar yang biasa disebut lontaran massa korona atau coronal mass ejections, selain juga mendeteksi gelombang dan turbulensi harian yang melacak struktur angin.
"Kami mengaktifkan alat ini pada 24 Februari. Sejauh ini kami sudah mendapatkan lebih dari dua miliar vektor, yang saat ini tengah dianalisis oleh para saintis," kata Profesor Tim Horbury, dari Imperial College London, yang mengepalai penelitian hasil-hasil yang didapat magnometer.
Ada alasan khusus mengapa magnometer pada SolO diaktifkan seawal mungkin. Pengaktifan pada tahap awal memungkin tim saintis di London melakukan penggabungan kajian dengan hasil yang didapat oleh alat magnometer yang dipasang pada misi wahana ESA lainnya, BepiBolombo.
Wahana peneliti BepiBolombo berada di dekat Bumi pada April lalu dalam perjalanan menuju Merkurius. Karenanya, dua misi ini bisa melakukan pendeteksian multipoin terhadap angin Matahari, ketika posisi SolO dan BepiBolombo berdekatan.
Sempat gugup
Hal yang sama pernah juga dilakukan dengan Wahana Peneliti Parker, milik Amerika Serikat, cuma posisinya lebih jauh lagi. Misi AS ini masuk jauh mendekati Matahari. Pada 9 Juni, posisinya hanya berjarak 19 juta kilometer dari Matahari.
Aktivitas penting SolO selanjutnya adalah terbang di atas Venus. Rencananya, ini akan berlangsung pada akhir Desember dan saat itu posisi SolO sekitar 500 ribu kilometer di atas permukaan Venus.
Semua misi penelitian ilmiah SolO akan dimulai pada 2021 ketika 10 instrumen di wahana tersebut diaktifkan. "Saya gugup ketika wahana peneliti ini diluncurkan," kata Profesor Horbury.
"Semakin Anda memahami proyek ini, semakin paham pula bahwa ada hal-hal yang bisa gagal. Tapi sekarang Solar Orbiter sudah ada di atas sana, bisa berfungsi dengan baik, dan saya rasa misi ini akan sukses," katanya.
Aktivitas Matahari berpengaruh terhadap aktivitas di Bumi dan teknologi yang dipakai manusia seperti sinyal televisi dan alat navigasi.