New Normal Pandemi Corona, 'Pola Hidup' Bisnis Halo-halo Harus Berubah
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Industri telekomunikasi diperkirakan tidak akan menjadi sunset, atau berisiko dan tidak kompetitif, asalkan terus berinovasi menyesuaikan perkembangan zaman. Terutama menyambut era new normal akibat pandemi Corona. Mengingat COVID-19 mengubah perilaku masyarakat dalam menggunakan layanan digital.
“Bisnis Halo-halo (istilah untuk industri telekomunikasi) tidak akan sunset selama pelaku usahanya mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Inovasi digital ke depan semakin maju. Kalau operator telekomunikasi terus berinovasi maka mereka bisa tetap survive," ujar analis senior CSA Research Institute, Reza Priyambada, melalui konferensi pers virtual, Senin, 1 Juni 2020.
Pernyataan Reza ini mengacu kepada laporan keuangan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk pada tahun lalu, di mana total belanja modal (capital expenditure) mereka sebesar Rp36,59 triliun atau 27 persen dari total pendapatan.
Belanja modal tersebut terutama digunakan untuk meningkatkan kapabilitas digital dengan terus membangun infrastruktur broadband yang meliputi BTS 4G LTE, jaringan akses serat optik ke rumah, jaringan backbone serat optik bawah laut dan terestrial, serta sebagian juga untuk keperluan bisnis menara.
Sebagai catatan, kinerja Telkom sepanjang 2019 meraih keuntungan sebesar Rp18,6 triliun, naik tipis 3,5 persen dibandingkan periode 2018 senilai Rp18 triliun. Terlebih, kondisi new normal yang akan dijalani masyarakat Indonesia ini diprediksi membuat investasi Telkom di sektor infrastruktur digital lebih cepat termonetisasi.
"Karena, peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi strategis untuk mengatasi penerapan physical and social distancing. Saya pun berkeyakinan jika bisnis halo-halo adalah sunset industry itu tidak benar," tegas Reza.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan Telkom konsisten menggelontorkan investasi yang besar membangun infrastruktur digital sejak lima tahun lalu.
Investasi tersebut mulai dari satelit, Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) lokal dan internasional, last mile berupa BTS dan kabel optik, hingga aplikasi-aplikasi yang menunjang gaya hidup digital.
“Selama lima tahun ini alokasi belanja modal Telkom sekitar 25 persen dari total pendapatan. Keberanian mengalokasikan belanja modal yang besar ini menjadikannya berada pada jalur yang tepat untuk menjadi digital telecommunication company," tuturnya.
Meski pandemi masih ada, Heru berharap Telkom tetap konsisten menggelontorkan belanja modal besar membangun infrastruktur digital, mengingat pandemi Corona telah mengubah perilaku masyarakat yang kian nyaman menggunakan teknologi digital.
"Sedih rasanya mendengar Mendikbud (Nadiem Makarim) dicurhati ibu-ibu karena enggak ada akses internet untuk belajar dari rumah. Sekarang kan kelihatan infrastruktur digital yang menjangkau hingga desa, ya, punya Telkom. Ini akan membuat utilisasi infrastruktur yang dibangun menjadi maksimal," ungkap Heru.