Alat Tes PCR Corona Bakal Dibuat Secara Lokal

Alat Tes Corona.
Sumber :
  • metro.co.uk

VIVA – Jumlah pasien positif COVID-19 di Indonesia, masih terus bertambah setiap harinya. Data pemerintah menunjukkan, hingga Kamis 14 Mei kemarin ada 16 ribu pasien yang dinyatakan positif terinfeksi.

Sementara itu, masih banyak warga yang memerlukan pemeriksaan, untuk mengetahui apakah mereka juga terpapar virus tersebut. Sayangnya, saat ini tim medis mengalami banyak halangan.

Baca juga: THR Cair, 4 Smartphone Canggih di Bawah Rp2,5 Juta Bisa Kamu Miliki

Salah satunya, keterbatasan jumlah alat pengujian virus corona. Hingga saat ini, alat tersebut masih didatangkan dari luar negeri. Namun, hal itu tidak akan berlangsung lama lagi.

Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir telah memerintahkan perusahaan di lingkungan BUMN untuk meningkatkan kapasitas produksi alat kesehatan serta obat-obatan. Tak lama lagi, PT Biofarma akan memproduksi 50 ribu alat tes corona berjenis Polymerase Chain Reaction atau PCR.

Selain itu, PT Len Industri juga mulai memproduksi ventilator darurat untuk penanganan pasien COVID-19. Alat tersebut dibuat menggunakan komponen lokal, dan dirancang oleh tim dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dibantu oleh para mahasiswa Institut Teknologi Bandung.

Wakil Ketua Komisi VI DPR, Aria Bima mengapresiasi langkah tersebut. Menurutnya, dengan situasi pandemi seperti ini, dibutuhkan terobosan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat.

“Harus segera diwujudkan, mana yang bisa segera diproduksi. BUMN harus segera proaktif, untuk menjadikan ini sebagai momentum kemandirian terhadap industri farmasi, baik itu obat-obatan dan alat kesehatan,” ujarnya melalui keterangan resmi, dikutip Jumat 15 Mei 2020.

Aria mengatakan, ke depan mungkin akan terjadi lagi kasus dan gejala yang sama dengan pandemi COVID-19. Untuk menghadapi hal tersebut, industri farmasi Indonesia harus mampu menjawab permasalahan itu.

“Bahan baku masker saja tergantung India, vitamin C saja kita bahan bakunya tergantung. Ini yang membuat kondisi mengatasi penyebaranya mengalami berbagai persoalan,” tuturnya.

Meski demikian, menurut Aria, BUMN jangan hanya fokus terhadap industri farmasi saja, namun secara keseluruhan terhadap perusahaan yang bernaung di bawahnya.

“Jangan hanya dilihat ke farmasi, tetapi juga bagaimana melihat BUMN itu sebagai development. Jadi, bukan hanya cost and profit, tapi cost and benefit.” kata Aria.