Dilema Pengguna Aplikasi Zoom
- NDTV Gadgets
VIVA – Pengguna Aplikasi Zoom mengalami dilema. Satu sisi, mereka membuat kasus yang menyebabkan seluruh guru dan murid dilarang memakainya. Tapi sisi lain, Zoom menawarkan layanan pusat data (data center) bagi pengguna atau pelanggan berbayar.
Mengutip situs Straits Times, Selasa, 14 April 2020, Singapura telah menangguhkan penggunaan aplikasi konferensi video Zoom untuk para guru, setelah terjadi insiden sangat serius pada minggu pertama sistem belajar jarak jauh dimulai.
Singapura menyusul Taiwan dan Jerman yang lebih dahulu telah menghentikan penggunaan Zoom. Google juga melarang penggunaan aplikasi ini di komputer perusahaan mereka.
Indisen itu melibatkan gambar tidak senonoh muncul di layar ketika belajar online lewat Zoom sedang berlangsung. Setelah itu muncul komentar kotor oleh pria yang memuat gambar tersebut.
"Ini merupakan insiden sangat serius. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saat ini sedang menyelidiki dua pelanggaran dan akan mengajukan laporan ke polisi jika diperlukan," kata Perwakilan Divisi Teknologi Informasi Kemendikbud, Aaron Loh.
Untuk mencegah insiden yang sama kembali terulang, para guru di Singapura tak boleh memakai aplikasi konferensi video tersebut. "Ini sebagai tindakan pencegahan. Jadi guru-guru tidak akan memakai Zoom sampai masalah keamanan tersebut diselesaikan," jelasnya.
Selain itu, para guru diminta tidak membagikan tautan pertemuan kepada pihak selain para siswa demi menghindari penyelundup dalam proses belajar-mengajar secara online.
Menanggapi insiden itu, Kepala Pemasaran Zoom, Janine Pelosi, mengaku terus berkomitmen menyediakan alat dan sumber daya yang aman dan terlindungi bagi para tenaga pendidik. "Kami langsung menindaklanjuti masalah ini sampai tuntas," ungkap dia.
Sebelumnya, pada awal bulan ini, Zoom mengaku segera melakukan pembekuan fitur selama 90 hari. Kebijakan ini dilakukan agar fokus memperbaiki masalah privasi dan keamanan.
Sementara itu, Zoom berupaya untuk merangkul pelanggan, khususnya yang berbayar, dengan memberikan layanan untuk bisa memilih pusat data (data center) mana panggilan mereka dialihkan. Kebijakan ini mulai bisa dinikmati Sabtu, 18 April mendatang.
Menurut Kepala Eksekutif Zoom, Eric Yuan, pelanggan berbayar bisa memilih masuk atau keluar dari wilayah data center tertentu, seperti dikutip The Verge. Namun, ada catatan terhadap kebijakan tersebut, yaitu pengguna tetap tidak bisa keluar dari wilayah default.
Ia mengatakan saat ini Zoom mengelompokkan data center untuk negara Australia, Kanada, China, Eropa, India, Jepang atau Hongkong, Amerika Latin, dan Amerika Serikat.
Untuk pengguna tanpa berlangganan tidak bisa mengganti wilayah pusat datanya. Meski begitu, layanan panggilan tidak akan dialihkan melalui China. Perubahan kebijakan ini datang setelah adanya laporan dari Citizen Lab dari Universitas Toronto, Kanada.
Penelitian itu menemukan Zoom menghasilkan kunci enkripsi untuk sejumlah layanan teleponnya melalui server di China. Pengalihan layanan itu dilakukan bahkan jika pengguna yang menggunakannya tidak secara fisik berada di negeri Tirai Bambu itu.
Eric mengaku jika mengalihkan panggilan ke China. Data center di negara tersebut dilakukan sebagai cadangan jika ada kemacetan dalam jaringan. "Pengalihan ini dilakukan karena kami sedang terburu-buru menambah kapasitas server akibat kebutuhan yang membengkak selama pandemi COVID-19. Tapi kini sudah selesai masalahnya," klaim dia.