COVID-19 Diklaim Tak Berdampak, Layanan Digital Terus Didongkrak

Ilustrasi bisnis di era digital
Sumber :

VIVA – Pandemi Virus Corona COVID-19 membayangi industri keuangan di Indonesia, tak terkecuali multifinance atau pembiayaan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan bisnis multifinance tumbuh lebih lambat di tahun ini. Menurut OJK ada dua faktor, yaitu internal dan eksternal.

Faktor internal adalah iklim usaha industri otomotif kurang mendukung pertumbuhan sektor ini. Seperti diketahui, pembiayaan multifinance lebih banyak kepada barang-barang produktif seperti mobil, motor, dan alat berat atau mesin konstruksi. Sementara faktor eksternal adalah serangan Virus Corona ke Indonesia.

Regulator jasa keuangan Tanah Air ini mengaku bahwa industri pembiayaan sekarang dihadapkan pada tantangan yang cukup berat. Dalam dua tahun terakhir saja multifinance hanya tumbuh empat persen.

Selain itu, faktor lainnya yang mempengaruhi bisnis multifinance adalah fenomena perubahan perilaku konsumen, khususnya generasi milenial. Menurut laporan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), perubahan perilaku konsumen salah satunya dipengaruhi hadirnya transportasi online.

Bukan tanpa alasan, karena layanan transportasi online ini menawarkan kemudahan dan efisiensi lebih dibandingkan harus menggunakan kendaraan pribadi. Hal tersebut menambah deretan tantangan industri multifinance saat ini.

Soal Corona, Direktur Utama PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk, Djaja Suryanto Sutandar, mengaku sejauh ini belum merasakan dampak dari virus mematikan itu terhadap kinerja perusahaan.

Ia justru mengaku masih optimis bisnis pembiayaan bisa tumbuh 13,5 persen year on year (yoy), dari Rp5,8 triliun menjadi Rp6,5 triliun di sepanjang 2020. "(Untuk Corona) Kami masih melihatnya belum terdampak (ke kinerja perusahaan). Apalagi segmen kami menengah ke bawah," kata dia, kala berbincang kepada VIVA dan beberapa media.

Sementara itu, Direktur Keuangan dan Sekretaris Perusahaan WOM Finance, Zacharia Susantadiredja, menyatakan akan menjaga rasio pembiayaan bermasalah atau nonperforming finance (NPF) di level dua persen.

Ia menyebut sudah menyiapkan strategi dalam mencapai pertumbuhan dan kualitas pembiayaan. Mulai dari perbaikan proses bisnis hingga meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Mulai dari meningkatkan repeat order untuk produk multiguna, baik untuk pembiayaan motor maupun mobil.

Zacharia juga menambahkan optimalisasi layanan digital lewat peningkatan aplikasi untuk mempercepat proses yang ada, terlebih lagi untuk memonitor permintaan yang ada.

Seperti diketahui, WOM Finance telah melakukan pembaruan IT core system selama dua tahun yang nilai investasinya sekitar Rp30 miliar. Menurut Zacharia, IT core system adalah melayani kebutuhan konsumen melalui digitalisasi. Karena itu, jika perusahaan telah menerapkannya, maka menjadi terintegrasi.

"Pusat IT kita harus mapan, karena berdampak ke bisnis. Penjualan (sales) tentu akan bertambah," ungkap dia. Dikatakan sistem terintegrasi karena penggabungan mulai dari registrasi dan pengolahan kredit, eksekusi kredit, informasi pelanggan, serta akuntansi.

Adapun unit bisnis yang diuntungkan dari pembaruan IT core system ini yaitu multiguna. Laba bersih WOM Finance mencapai Rp260 miliar atau meningkat 21 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp215 miliar.

Pertumbuhan laba bersih ini didukung oleh perbaikan atas kualitas portfolio, pertumbuhan pendapatan, dan disiplin dalam pengelolaan biaya operasional.

"Kami juga berhasil meningkatkan total pendapatan 1,05 persen menjadi Rp2,64 triliun di tahun 2019 dari tahun sebelumnya Rp2,62 triliun. Total beban juga mengalami penurunan 2,42 persen menjadi Rp2,27 triliun dari sebelumnya Rp2,33 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya," tutur Zacharia.

Dampak dari penurunan total beban ini didukung oleh perbaikan kualitas aset dengan menurunnya nonperforming finance (NPF) Gross menjadi 2 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 2,8 persen.