5 Kejahatan Siber Paling Berbahaya, Kerugian hingga Rp50 Triliun
- U-Report
VIVA – Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat merilis laporan terbaru tentang kejahatan siber di dunia maya yang paling menghancurkan, dengan kerugian melebihi US$3,5 miliar atau hampir Rp50 triliun di sepanjang 2019.
Laporan FBI berdasarkan 467 ribu pengaduan oleh publik kepada Pusat Pengaduan Kejahatan Internet (IC3) FBI pada tahun lalu. Kejahatan yang paling sering muncul adalah SIM swap atau pertukaran kartu SIM ponsel.
Dalam kasus itu, operator nirkabel ditipu untuk mengalihkan kartu SIM (SIM card) yang ditautkan ke pelanggan ke SIM kriminal.
Dalam satu kasus yang terjadi di San Fransisco, Amerika Serikat (AS) penangkapan kepada pemimpin kelompok SIM swap menghasilkan penyitaan lebih dari US$18 juta, lima kendaraan, rumah senilai US$900 ribu serta perhiasan bernilai ratusan ribu dolar AS.
Berikut lima kejahatan internet paling berbahaya menurut laporan FBI, seperti dikutip dari Fox News, Sabtu, 22 Februari 2020:
Phishing atau Pengelabuan
Korban phishing dan kejahatan terkait berjumlah 114.702 korban dengan kerugian total hampir US$ 58 juta tahun lalu. Phishing didefinisikan oleh FBI sebagai permintaan email, pesan teks dan panggilan teks di mana pelaku mengaku berasal dari perusahaan resmi. Biasanya pelaku akan meminta informasi pribadi, finansial dan atau kredensial log in.
"Bagi para pelaku, phishing itu murah, mudah, sulit dilacak dan seringkali efektif. Ini sering mengarah pada jenis serangan lain termasuk ransomware, pelanggaran data dan pencurian identitas," kata Paul Bischoff, peneliti dan penasehat privasi di Comparitech.
Email Palsu
Pada tahun 2019, terdapat 23.775 kejahatan email palsu dengan kerugian lebih dari US$ 1.7 miliar. Tujuan penipuan ini adalah untuk mentransfer dana dari bisnis atau perseorangan ke pelaku. Ini dilakukan dengan memalsukan email yang sah, melalui rekayasa atau peretasan.
Ransomware
Dalam serangan ransomware pelaku akan memblokir akses, data dan file penting dienkripsi dan dikunci, hingga tebusan dibayarkan. Pdaa 2019, IC3 menerima 2.047 keluhan yang diidentifikasi sebagai ransomware, dengan kerugian lebih dari US$ 8.9 juta.
"Membayar uang tebusan tidak menjamin suatu perusahaan mendapatkan kembali akses ke datanya," kata FBI. Tahun lalu sempat terjadi kejahatan ransomware terburuk, di mana pelaku mengancam akan mempublikasikan data curian, jika korban tidak membayar tebusan.
Penipuan Bantuan Teknis
Pada 2019, IC3 menerima 13.633 pengaduan yang terkait dengan Penipuan Bantuan Teknis. Kerugiannya berjumlah lebih dari US$ 54 juta, melonjak 40 persen dari tahun 2018 di mana mayoritas korbannya berusia di atas 60 tahun.
Dalam satu kasus, seorang pria dari North Carolina mencuri lebih dari US$ 3 juta dari ratusan korban, membohongi mereka untuk membayar layanan 'dukungan teknis' untuk menyelesaikan masalah yang diadukan pelanggan.
Penipuan Lansia
Penipuan finansial ini menargetkan mereka yang berusia di atas 60 tahun. Pada 2019, IC3 menerima 68.013 pengaduan dari para korban dengan kerugian lebih dari US$ 835 juta. Kejahatan yang paling umum termasuk penipuan investasi, penipuan dukungan teknis, penipuan peniruan pemerintah dan penipuan keluarga/pengasuh.