Perjudian China Pakai Obat HIV untuk Mengobati Pasien Virus Corona
- SCMP
VIVA – China memakai obat HIV (human immunodeficiency virus) untuk meredam penderita Virus Corona (Coronavirus/nCov). Virus yang menyebar pertama kali di Wuhan, China, sejak akhir Desember 2019, kini telah menelan korban sebanyak 106 orang tewas dengan jumlah kasus mencapai 4.193 kasus.
Virus Corona, yang masih 'bersaudara' dengan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS), itu juga telah menyerang 13 negara.
Virus ini diketahui menyerang sistem pernapasan, di mana hal ini juga menjadi penyebab kematian pada pengidapnya. Mengutip situs New Straits Times, Selasa, 28 Januari 2020, pemerintah negeri Tirai Bambu dilaporkan menggunakan zat lopinavir dan ritonavir untuk mengobati pasien yang terinfeksi Virus Corona.
Nah, kedua senyawa ini merupakan komposisi dari obat untuk penderita HIV bertajuk "Kaletra" yang diproduksi AbbVie. Artinya, China melakukan kelinci percobaan terhadap pasien terinfeksi Virus Corona dengan memberikan obat HIV.
Informasi ini dibenarkan oleh Komisi Kesehatan Nasional China (National Health Commission.NHC) di Beijing. Salah satu penderita yang mengalami kelinci percobaan ini adalah Wang Guangfa. Ia menyebut bahwa dokternya merekomendasikannya meminum obat-obatan HIV sembari menunggu alternatif pengobatan lain.
"Saya diharuskan minum (obat HIV). Mereka (NHC) cuma memberi saran seperti itu saat ini," jelasnya. Pihak NHC juga mengaku belum bisa menemukan obat penangkal Virus Corona yang efektif.
Namun, mereka mencoba merekomendasikan pasien untuk mengonsumsi dua tablet lopinavir dan ritonavir dua kali sehari. "Pasien juga disarankan mendapatkan satu dosis alpha-interpheron dengan nebulizer dua kali sehari," demikian keterangan resmi NHC.
Enam bulan
Pengembangan pengobatan dengan obat HIV bukanlah satu-satunya alternatif yang coba dikembangkan China. Pusat Pengendali dan Pencegahan Penyakit China dilaporkan akan mulai mengembangkan vaksin untuk menanggulangi wabah virus Corona.
Pada kesempatan terpisah, para peneliti dari Universitas Queensland di Australia mengumumkan telah diminta untuk mengembangkan vaksin untuk meredam wabah Coronavirus.
Mereka juga diminta menggunakan teknologi respons cepat yang baru-baru ini dikembangkan. Dilansir dari Science Alert, para peneliti di sana telah menerima permintaan dari CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovation) guna melindungi dunia dari wabah yang diduga bagian dari senjata biologi tersebut.
Dekan Sekolah Kimia dan Biosains Molekuler Universitas Queensland, Paul Young, mengaku memiliki teknologi untuk mengembangkan vaksin secara cepat, yaitu hanya dalam tempo enam bulan.
"Kami berharap mampu mengembangkan vaksin dalam enam bulan kedepan, untuk mengatasi wabah ini. Vaksin akan didistribusikan kepada responden pertama, mengendalikan virus agar tidak menyebar ke seluruh dunia," ujarnya.
Menurut CEPI dan Young berharap vaksin ini bisa cepat diproduksi. Apalagi, CEPI telah berkomitmen menggelontorkan hingga AUS$15,4 juta untuk pengembangan vaksin. Tak hanya dengan Universitas Queensland, CEPI juga akan bermitra dengan dua perusahaan farmasi lainnya, Inovio dan Moderna.
"Memang tidak ada jaminan keberhasilan. Tapi kami berharap pekerjaan ini dapat memberi langkah yang signifikan dalam mengembangkan vaksin untuk menangkal Virus Corona," ungkap CEO CEPI, Richard Hatchett.