AVIA: Pembajakan Online Seperti IndoXXI Adalah Kejahatan Terorganisir
- dok. pixabay
VIVA – Masalah pembajakan konten, seperti film, di internet masih menjadi momok yang mengkhawatirkan industri kreatif. Pembajakan daring merupakan bentuk pencurian yang sangat mudah dilakukan dan membahayakan bagi perkembangan bisnis perfilman baik dari segi produksi hingga distribusi.
Neil Gane, General Manager AVIA Coalition Against Piracy (CAP), dalam tulisannya yang berjudul Pembajakan Online - Sekarang Saatnya untuk Berubah, menyebut, pembajakan online sebagai kejahatan terorganisir yang bisa menghasilkan pendapatan ilegal. Ia juga tak menutup kemungkinan, pendapatan ilegal tersebut digunakan untuk membiayai kejahatan kriminal.
"Pembajakan online oleh kelompok-kelompok kejahatan seperti indoXXi adalah kejahatan terorganisir, murni dan sederhana, dengan sindikat kejahatan menghasilkan pendapatan substansial ilegal dari situs web pembajakan. Banyak sindikat dan individu yang terkait dengan ekosistem pembajakan terlibat dalam upaya kriminal lainnya termasuk perjudian online ilegal, dan ada kemungkinan bahwa sebagian dari hasil ilegal digunakan untuk membiayai kegiatan kriminal lainnya. Tindakan penegakan hukum di seluruh dunia (termasuk di Asia Tenggara) telah mengungkap jutaan dolar AS dalam pendapatan ilegal yang dibuat oleh sindikat pencurian konten dalam periode waktu yang relatif singkat," tulisnya.
Dalam tulisannya, Joko Anwar juga mengatakan bahwa pembajakan bukan kejahatan tanpa korban. Sutradara Gundala itu mengatakan, pencurian online tersebut menghambat pertumbuhan industri film.
"Itu merugikan seluruh industri film, menghambat pertumbuhannya yang pada gilirannya mengurangi kesempatan bagi lebih banyak orang untuk bekerja di lapangan dan mengancam kehidupan mereka yang sudah bekerja di industri kami,” kata Joko.
Neil Gane mengemukakan, kerugian ekonomi dari pembajakan berdampak pada seluruh industri konten. Menurut Digital TV Research yang berbasis di London, pembajakan TV dan film online merugikan industri konten sekitar US$31,8 miliar dalam pendapatan global pada tahun 2019, dan akan mencapai US$ 51,6 miliar pada tahun 2022.
"Kerugian ekonomi kemungkinan akan menyebabkan konsekuensi sosial ketika industri konten kreatif secara bersamaan menerima pukulan besar. Dengan pembajakan yang merajalela, pendapatan menjadi lebih sedikit bagi industri konten untuk tumbuh dan membuat konten baru," ujarnya.
Selain itu, pembajakan online juga membawa bahaya bagi para pengguna internet atau konsumen. Mengakses website pembajakan berisiko terkena malware yang tertanam pada iklan atau file konten tersebut. Ia menyebut, jenis malware berbahaya, seperti ransomware atau trojan memungkinkan peretas mengaktifkan atau merekam melalui webcam perangkat tanpa diketahui oleh korban.
Ironisnya, ia menyebut ada 63 persen konsumen Indonesia yang mengakses situs-situs bajakan. Kominfo sendiri sudah memblikir seribu situs pembajakan dan aplikasi olegal sebagai langkah untuk melindungi industri kreatif.
"Namun, masih banyak yang harus dilakukan, dengan departemen pemerintah terkait dan industri bekerja sama untuk melakukan tindakan penegakan hukum yang lebih kuat terhadap pemilik situs web pembajakan ilegal seperti kelompok kejahatan indoXXi. Ada peluang emas bagi Indonesia untuk berada di garis depan dalam melakukan apa yang adil dan pantas, dan menjadi pelopor di Wilayah APAC (Asia Pacific). Sekarang saatnya untuk berubah," seru Neil.