AJI: Blokir Internet Bikin Wartawan Susah Kerja

Nyalakan lagi internet Wamena, Papua.
Sumber :
  • Dokumen SafeNET

VIVA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menegaskan bahwa pemblokiran internet yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu pada Mei hingga September tahun ini, menyulitkan wartawan untuk bekerja.

Menurut Sekretaris Jenderal AJI, Revolusi Riza, alasan pemerintah menerapkan pembatasan akses terhadap media sosial, khususnya fitur penyebaran video dan gambar, untuk menghindari penyebaran berita bohong atau hoax terkait aksi di sekitar gedung Bawaslu pascapemilu 2019.

Tak hanya sampai di situ. Riza menyebut pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), melakukan kebijakan serupa berupa throttling atau perlambatan akses/bandwidth di beberapa wilayah Papua dan Papua Barat pada 19 Agustus 2019, lalu dilakukan pemutusan jaringan internet dua hari kemudian.

"Alasan yang disampaikan pemerintah juga sama, yaitu untuk mencegah penyebaran hoax usai rentetan aksi di sejumlah wilayah Papua yang dipicu tindakan rasisme yang terjadi di Surabaya terhadap mahasiswa Papua," ujar Riza di kantornya, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Senin, 23 Desember 2019.

Lebih lanjut ia menuturkan, kebijakan blokir internet ini kemudian diulang kembali pada September lalu menyusul adanya kerusuhan di Wamena, Papua. Tentunya, AJI sangat menyangkan terhadap pemerintah yang melakukan pembatasan jaringan internet tersebut. Hal ini berdampak terhadap kinerja para wartawan.

"Kami sebagai wartawan kesulitan melakukan kerja jurnalistik. Teman-teman yang ada di Papua juga kesulitan melaporkan kejadian di sana karena tidak bisa melakukan pengiriman data," ujarnya.

Riza menambahkan jika blokir internet jelas berdampak pada kerja jurnalis serta menghambat hak masyarakat untuk mendapatkan informasi.

"Atas aksi blokir internet di Papua bulan Agustus lalu, kami memutuskan menggugat pemerintah ke PTUN Jakarta Timur dengan harapan tidak diulangi lagi di kemudian hari," tegas dia.