Catatan Kelamnya Hak Digital Masyarakat Selama 2019

Ilustrasi pemblokiran.
Sumber :
  • www.pixabay.com/geralt

VIVA – Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto mengulas peristiwa-peristiwa yang terjadi selama 2019, menyangkut kebebasan berselancar di dunia maya. Menurutnya, tahun politik ikut mempengaruhi dunia digital.

"Sebelum tahun-tahun politik, kontrol ini telah terjadi di situs web dan media sosial melalui berbagai tindakan blokir dan sensor, terutama yang terjadi terhadap lesbian, gay, biseksual, waria, dan interseks (LGBTI), dan kelompok aktivis Papua," katanya dalam rilis resmi, dikutip Sabtu 21 Desember 2019.

Peristiwa pertama yang dibahas olehnya adalah internet shutdown atau pemadaman internet. Setidaknya pemadaman terjadi selama tiga kali, dan menjadi cara baru pemerintah mengendalikan informasi, membatasi akses ke informasi serta mensensor internet.

Catatan berikutnya adalah mengenai kriminalisasi berdasarkan UU ITE. Meskipun UU ITE telah direvisi pada 2016, tetapi jumlah orang sedang diselidiki oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Kepolisian Nasional meningkat tahun demi tahun.

"Sejak 2017-2019, total 6.895 orang sudah diselidiki oleh polisi, dengan rincian 38 persen (2.623) terkait dengan penghinaan terhadap tokoh/penguasa/lembaga publik, 20 persen (1.397) terkait dengan penyebaran hoaks, 12 persen (840) terkait dengan pidato kebencian, sisanya atas tindakan lain," jelas Damar.

Tahun ini, pemerintah juga berencana mengeluarkan regulasi pertama mereka tentang keamanan siber, yang dinamakan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS). Regulasi ini, menurut Damar memang sangat diperlukan, karena tingkat ancaman siber yang semakin tinggi.

"Tapi, saya menemukan fakta menarik di draf RUU KKS yang didistribusikan dua bulan lalu. RUU itu menjadi ancaman serius bagi kebebasan berbicara warga negara, dan akan menciptakan lembaga superbody yang akan berada di atas lembaga penegakan hukum," ujarnya.