Ramai Transformasi Digital, Awas Serangan Hacker

Ilustrasi serangan hacker atau siber.
Sumber :
  • Science News

VIVA – Lembaga riset International Data Corporation mengatakan, transformasi digital merupakan sebuah perjalanan transformasi bisnis. Artinya, transformasi digital selanjutnya atau Digital Transformation (DX) 2.0 akan berbasiskan data.

Heads of Operations IDC Indonesia, Mevira Munindra memperkirakan, sebanyak 50 persen perusahaan di Indonesia akan membentuk digital-native platforms dengan Cloud, Mobility, Big Data and Analytic pada 2022, sebagai teknologi utama untuk bisa bertahan dan berkompetisi di pasar ekonomi digital.

Berdasarkan survei IDC, disebutkan bahwa sekitar 70 persen responden menilai peta jalan strategis untuk investasi digital merupakan tantangan utama dalam transformasi digital. Lalu, pengembangan kemampuan dan keterampilan digital menjadi tantangan berikutnya, di mana 65 persen responden menjawab seperti itu.

Dua tantangan terakhir, menurut Mevira, adalah membangun struktur organisasi yang tepat, yang memperoleh 65 persen responden, serta menemukan key performance indicators (KPI) untuk mengukur kesuksesan digital, yang mana 45 persen responden menilainya demikian.

"Selain membangun peta jalan strategis dan membangun struktur organisasi yang tepat, menciptakan KPI digital merupakan prioritas baru bagi perusahaan di Indonesia untuk bertransformasi ke digital," ungkapnya di Jakarta, Jumat 22 November 2019.

Dengan demikian, untuk menstimulus sebuah perusahaan supaya beralih ke digital, tidak hanya merujuk pada pendapatan dari investasi yang digelontorkan, namun manfaat yang diterima.

“Karena, pada tahun 2023, 80 persen entitas di Asia Pasifik akan menggabungkan KPI digital baru. Saat itu, mereka akan fokus pada tingkat inovasi produk/layanan, kapitalisasi data, dan pengalaman karyawan untuk menavigasi ekonomi digital," tuturnya,

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Telkomtelstra, Erik Meijer, meyakini bisnis keamanan siber segera booming, menyusul semakin pesatnya perkembangan transformasi digital di Indonesia.

Ia melihat, seluruh perusahaan di Indonesia telah berlomba-lomba untuk mengadopsi transformasi digital, sehingga dibutuhkan layanan untuk melindungi data digital.

"Bisnis keamanan siber ini agak aneh. Seluruh dunia lagi booming, tapi masih awal-awal di Indonesia. Ini yang saya yakinkan akan segera booming. Semua perusahaan ramai-ramai masuk digital, pastinya peluang hacker meningkat. Di sinilah pentingnya keamanan siber," tuturnya.

Erik mengatakan, bahwa Telkomtelstra memiliki layanan keamanan siber yang baru dengan strategi integrasi ke data pusat milik induk usaha mereka, PT Telkom (Persero) Tbk.

"Jadi, itu dulu hanya dipakai untuk keperluan Telkom saja. Tapi, sekarang sudah bisa digunakan oleh semua perusahaan. Itu (data pusat) canggih sekali. Bisa mendeteksi semua ancaman digital yang masuk kepada peralatan dan jaringan dari perusahaan tertentu,” jelasnya.

Selain itu, Erik mengaku bila Telkomtelstra mengembangkan layanan produk komputasi awan hibrida, dengan menawarkan layanan manajemen pemulihan data pascabencana atau disaster recovery services.

Dengan produk baru ini, pelanggan tidak perlu lagi investasi dengan membangun pangkalan data baru, yang dapat membuat pengeluaran perusahaan membengkak. Pelanggan dapat menggunakan sistem cadangan atau redundant system. Sistem ini diklaim bisa memangkas biaya operasional sebanyak 50 persen.

Sistem yang terdapat di layanan tersebut, akan langsung melindungi data dan operasional ketika terjadi kerusakan di data pusat, sehingga operasional perusahaan dinilai tidak akan terganggu.

"Untuk menggunakan layanan ini, perusahaan harus menyerahkan data mereka secara periodik untuk disimpan. Jadi apabila ada gangguan, maka sistem cadangan langsung beroperasi dengan mengakses semua data," ujar Erik.