Purnawirawan Jenderal: Medsos Bisa Hancurkan Bangsa
- U-Report
VIVA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak menyoroti perilaku bocah saat ini, yang sudah lihai mengoperasikan gawai atau gadget. Tak hanya sekadar digunakan untuk bermain game, perangkat itu juga dimanfaatkan untuk berinteraksi di media sosial.
Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, Nahar mengatakan, paham radikalisme bisa disebarkan dengan mudah melalui media sosial, mesin pencarian seperti Google, dan bahkan YouTube.
"YouTube ini mudah sekali membuat kita terpengaruh. Karena ada visual dan audionya. Kalau anak sering nonton YouTube, apalagi tidak ada pengawasan dari orangtua, maka sangat mudah terpapar paham radikal," kata dia di Tangerang, Banten, Kamis 24 Oktober 2019.
Ia menjelaskan, anak-anak usia 5-12 tahun sangat cepat menangkap informasi, tanpa memeriksa kebenaran informasi yang disampaikan.
Hal senada disampaikan oleh Mantan Asisten Operasi Panglima TNI, Mayor Jenderal (purn) Supiadin Aries Saputra. Menurutnya, yang paling mungkin menghancurkan Indonesia justru adalah bangsanya sendiri. Sebab, dari 120 juta pengguna medsos di Indonesia, sebagian besar adalah kaum milenial.
"Media sosial menjadi media bagi kelompok radikal, untuk menghancurkan moral generasi milenial. Kita kenal dengan perang anomali, ujung tombaknya proxy war, yakni perang yang tidak menggunakan angkatan perang," tutur mantan Anggota DPR dari Partai Nasdem itu.
Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani mengakui, persoalan radikalisme di Indonesia sudah mulai meningkat sejak 10 tahun lalu. Bahkan, kelompok masyarakat yang sudah terpapar juga ada yang dari institusi non pemerintah.
"10 tahun tahun terakhir ini mengonfirmasi, radikalisme tidak hanya muncul di institusi pemerintah. Namun, juga di institusi masyarakat, termasuk di bidang pendidikan. Semua membuktikan, ancaman radikalisme ini nyata," kata Jaleswari.