Koalisi NGO HAM Aceh Somasi Google Terkait Frasa Bernada Rasis
- Instagram/@computerpaytakhtqom
VIVA – Forum Masyarakat Melayu Aceh dan Koalisi NGO HAM Aceh mengirimkan surat somasi kepada kantor pusat Google LLC, terkait layanan mesin Google terjemahan yang menampilkan frasa bernada rasis terhadap warga Aceh beberapa waktu lalu.
Padahal, Google Indonesia telah mengakui kesalahan dan mengirimkan surat balasan berisi permohonan maaf, namun mereka tidak memiliki wewenang luas untuk menindaklanjuti laporan tersebut dan mencari siapa pelaku yang mengotak-atik layanan terjemahan itu.
Haikal mewakili Forum Masyarakat Melayu Aceh mengatakan, Google Indonesia telah menyampaikan surat tanggapannya pada 18 Oktober 2019 lalu. Dalam surat itu, mereka mengakui dan meminta maaf atas kesalahan sistem pelayanan Google Translate.
“Saya melihat walau itu sebuah mesin pencarian, tapi dalam hal ini ada unsur kesengajaan atau oknum yang di belakangnya,” kata Haikal saat konferensi pers di Banda Aceh, Selasa, 22 Oktober 2019.
Surat somasi kepada pihak Google Pusat, dinilai sebagai bentuk penyelesaian secara hukum yang konkrit, tujuannya, kata dia agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Sebelum menulis surat protes sebenarnya frasa yang dia temukan, sudah dua minggu lebih, tetapi tidak langsung di protes. Karena pihakya ingin mempelajari dulu. Meski ada pro-kontra terhadap sistem terjemahan ini, tapi ia meyakini sudah melakukan validasi sendiri.
“Google tidak membuka siapa yang menginput dan edit, kami melihat pada layanan ini ada validator terjemahannya. Artinya baik itu dilakukan oleh mesin atau orang di belakangnya. Dan Google hingga hari ini tidak menjelaskan secara detail tentang masalah itu,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad, mengatakan Google Indonesia tidak menggambarkan penyelesaian hukum yang signifikan, dan dinilai sebagai bentuk itikad tidak baik dari Google.
Menurut Zulfikar, dalam masalah ini ada seseorang dengan sengaja mengubah frasa Aceh tersebut untuk menimbulkan konflik antar suku. Sebab kata dia, mesin itu bersifat konsisten dan tidak bisa diubah-diubah.
“Seharusnya itu tidak memunculkan arti lain, kalau Aceh ya Aceh. Bagaimana dengan suku-suku lain apakah juga mengalami hal sama,” ucapnya.
Pihaknya juga meminta Google membuka, melacak, dan memberikan data kontributor pembuat terjemahan yang dianggap mengandung diskriminasi rasial dan menebar kebencian yang merendahkan harkat, dan martabat suatu suku di Indonesia.
“Kami meminta ini agar dapat diselesaikan secara hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Zulfikar.