Bintang Kejora, Nabi Ibrahim dan Hikmah Surat Al An'am 76-79
- Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin
VIVA – Bintang kejora belakangan ini menjadi perhatian menyusul krisis dan aksi demonstrasi membela masyarakat Papua. Bintang kejora merupakan bendera yang kini dipakai pendukung Organisasi Papua Merdeka.
Dalam dunia astronomi juga mengenal istilah bintang kejora atau bintang yang biasanya terbit pada dini hari. Istilah lain bintang kejora adalah Bintang Timur.
Profesor riset Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin pernah menuliskan soal kapan bintang kejora muncul dan kisah Nabi Ibrahim. Berikut beberapa ulasan soal bintang kejora dalam bidang astronomi:
Tunggu saat maghrib
Kalau kamu mau melihat yang namanya bintang kejora, tunggulah saat maghrib tiba dan tengoklah langit barat. Perhatikan saksama, dan kamu bisa melihat bintang cemerlang di ujung senja tersebut ang cukup tinggi di langit.
"Awan kadang tak mampu membendung sinar bintang tersebut. Itulah bintang kejora," kata Thomas.
Subuh hari
Selain waktu maghrib, kamu juga bisa lho menikmati bintang kejora pada waktu subuh hari.
Kalau momen ini, Thomas mengungkapkan, lihatlah di langit timur, bakal ada bintang cemerlang yang disebut juga bintang timur. Namun penampakan cemerlang itu bukan bintang, kata Thomas, melainkan Planet Venus.
Bintang kejora
Thomas mengatakan dari penampakan pada waktu maghrib dan subuh, bintang kejora adalah Planet Venus saat tampak cemerlang di ufuk barat sesudah maghrib.
“Sedangkan pada subuh, Planet Venus tampak sebelum matahari di ufuk timur, yang disebut Bintang Timur," ujar Thomas kepada VIVA.co.id, Senin 2 September 2019.
Nabi Ibrahim
Mengamati langit dengan fenomena bintang kejora di langit Barat dan bulan di langit Timur terasa nuansa semasa Nabi Ibrahim merenungi alam, mencari representasi Tuhan yang hakiki yang tertera dalam Surat Al An’am ayar 76-79.
Dalam kisah Nabi Ibrahim, saat malam mulai gelap tampaklah sebuah bintang. “Inikah Tuhanku?” kata Ibrahim (Surat Al An’am: 76) Tetapi bintang kejora tak lama tampak. Selepas isya bintang kejora pun terbenam. Nabi Ibrahim pun berkata, “Aku tak menyukai yang tenggelam.” (Surat Al An’am: 76).
Beberapa saat kemudian terbitlah bulan yang cemerlang pasca purnama. “Inikah Tuhanku?” katanya dalam Surat Al An’am: 77. Namun, tulis Thomas, saat pagi bulan pun memudar kemegahannya. Ibrahim pun berujar pada dirinya, “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, niscaya aku termasuk kaum yang sesat.” (Surat Al An’am: 77).
Saat pagi dilihatnya matahari yang paling cemerlang yang mengalahkan segala sumber cahaya. “Inikah Tuhanku? Ini paling besar”, ujar Ibrahim dalam pencarian kebenaran.
Tetapi saat maghrib matahari pun menghilang. Tidak mungkin Tuhan yang Mahakuasa bisa lenyap. Maka diserulah kaumnya, “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari segala yang kamu persekutukan (dengan Tuhan).” (Surat Al An’am: 76).
Kesimpulan pembuktian aqliyah tersebut tentang eksistensi Allah diabadikan di dalam Al An'am ayat 79 yang selalu dibaca muslim dalam doa iftitah pada awal salat:
“Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Tuhan pencipta langit dan bumi, berpendirian lurus, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.”
Makna Venus
Kisah Nabi Ibrahim tersebut mengajarkan kepada manusia bahwa kemegahan dan keunggulan relatif adalah sifat mahluk yang berpotensi menipu.
Sama seperti bintang kejora. Planet Venus yang cemerlang pada subuh hari ternyata tidak menghasilkan cahayanya sendiri. Planet yang berjuluk saudara kembar Bumi itu memantulkan cahaya bintang induknya, matahari.
Thomas menuliskan, bintang kejora dipuji karena kecemerlangan relatifnya. Tetapi tak banyak orang tahu tentang hakikatnya, karena orang cukup kagum dengan kemegahan sinar pantulannya. Orang terlanjur menyebutnya bintang, padahal sekadar planet.
"Lingkungan planetnya pun sesungguhnya tidak bersahabat bagi kehidupan. Luar biasa panasnya dengan efek rumah kaca karena kandungan karbon dioksida yang sangat tinggi," tulisnya.
Dari karakteristik Venus tersebut, manusia bisa mengambil pelajaran untuk tak tertipu pada penampakan luar saja dari sebuah fenomena atau objek. Perlu melihat sifat intrinsik pada sebuah objek yang artinya manusia diminta untuk mengoptimalkan daya pikirnya mengkritisi sebuah fenomena atau objek.
"Dalam dinamika hidup manusia fenomena bintang kejora mudah ditemukan. Nepotisme pun mudah tumbuh dari fenomena seperti itu. Karena masyarakat kehilangan daya kritis untuk menelaah secara saksama sifat intrinsiknya, bila yang ditonjolkan sekadar sinar pantulannya yang cemerlang," kata dia.
Thomas menuturkan, satu-satunya cara menghindarkan diri dari tipuan fenomena bintang kejora adalah meresapi makna doa iftitah yang menyambung pernyataan Nabi Ibrahim tersebut: “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup, dan matiku hanyalah bagi Allah Tuhan semesta alam,” ( (Surat Al An’am: 162)