Ancaman Serangan Tak Terbayangkan, BSSN Dukung Sahkan RUU KKS

Kepala BSSN Letjen (Purn) Hinsa Siburian (ketiga dari kanan)
Sumber :
  • Dokumen BSSN

VIVA – Kepala Badan Siber dan Sandi Negara, Letjen (Purn) Hinsa Siburian menyampaikan terima kasih kepada parlemen yang menginisiasi RUU Keamanan dan Ketahanan Siber atau KKS. Sebab,  badan siber selama ini telah berusaha keras agar Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur ruang siber nasional.

Hadirnya undang-undang tentang siber tersebut merupakan perwujudan amanat konstitusi untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia dari serangan siber hingga mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bangsa di era digital. RUU KKS saat ini menunggu disahkan parlemen.

“Saya dalam hal ini sebagai BSSN sangat hormat dan berterimakasih kepada dewan yang terhormat yang memiliki inisiatif. Ini wujud bahwa anggota dewan yang mewakili rakyat indonesia mengerti apa yang sedang dan apa kemungkinan yang akan terjadi terkait siber," ujar Hinsa dalam Symposium on Critical Information Infrastructure Protection (CIIP-ID) Summit 2019 dikutip Jumat 30 Agustus 2019.

Menurutnya, perlu pengaturan regulasi supaya berjalan aman dan lancar. dan merupakan kewajiban negara sesuai konstitusi untuk melindungi dari serangan siber.

“Jadi ancaman itu berkembang, dulu mungkin tidak terbanyangkan ada serangan yang tidak terlihat, selalu secara visual. Ini tidak terlepas dari perkembangan pengetahuan, tapi di situ juga ada ancaman. Di situlah diperlukan kehadiran negara. Karena itu kita harap (RUU KKS) di masa tugas DPR ini bisa disahkan," ujarnya. 

Agenda rutin CIIP-ID Summit melibatkan perwakilan pemerintah dari berbagai negara, sektor privat, industri hingga pakar teknologi informasi dan komunikasi serta akademisi nasional dan internasional.

"CIIP-ID merupakan sebuah upaya membangun kolaborasi dan sinergi dengan semua pihak. Kami serap gagasan, ide, pengalaman, best practice, dan strategi dalam hal pengamanan infrastruktur kritikal," kata Hinsa.

Hinsa menyampaikan terdapat empat pilar dalam perkembangan teknologi 4.0 yakni Big Data, IoT, inetrnet of services dan cyber security. Perkembangan teknologi, kata dia, membuat kehidupan lebih mudah dan terkoneksi, tapi di waktu yang sama terdapat ancaman.

Ancaman terbesar adalah kepada Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional (IIKN) yang bisa diatasi dengan berkoordinasi dan berkolaborasi.

"Maka aset dan sistem yang esensial dan vital di dunia digital harus dilindungi. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi insiden dan serangan siber di berbagai negara. Insiden itu menimpa berbagai sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak," ujarnya.

Dalam simposium CIIP-ID, para pembicara internasional juga turut mengomentari pentingnya regulasi keamanan siber. 

Economic Officer Kebubes Amerika Serikat, Tamra H Greig mengatakan, di berbagai negara terdapat regulasi dan secara khusus mengatur dunia maya. Bagaimana ancaman dan dinamika di dalamnya bisa diatur dengan melibatkan berbagai stakeholder.

"Di AS kami punya berbagai regulasi siber dan setiap unit kerjanya dipimpin kepala eksekutif yang mengurusi berbagai sektor," kata Greig.

Rumania melakukan hal serupa. National Institute for R&D in Informatics (ICI) Rumania, Carmen Elena Cirnu, mengatakan pemerintah di sana memang mengatur ruang siber dengan regulasi. Itu pun belum cukup karena terpenting setelah UU disahkan adalah implementasi yang efektif dan efisien. "Karena kami prinsipnya adalah melindungi dan mengantisipasi," ujarnya.