Jakarta Polusi, Warga Ibu Kota Siap-siap Diguyur Hujan Buatan
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Indonesia pertama kali menerapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk mengatasi pencemaran udara. Kegiatan TMC rencananya dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta pada pertengahan Juli. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) telah menyiapkan tiga skenario kegiatan TMC khusus mengatasi pencemaran udara.
“TMC untuk mengatasi pencemaran udara yang disebabkan kegiatan perekonomian baru pertama kali dilaksanakan. Gubernur DKI Jakarta sudah beri lampu hijau dan meminta agar TMC dilaksanakan paling cepat setelah tanggal 10 Juli dan paling lambat sebelum periode anak sekolah masuk pasca libur,” ungkap Kepala BPPT Hammam Riza di Jakarta, Kamis 4 Juli 2019, dikutip dari keterangan pers.
Operasi modifikasi cuaca di Ibu Kota akan didukung TNI-AU dari skadron 4 Lanud Abdurachman Saleh Malang dengan menyiapkan armada CASA. “Pihak TNI sudah sampaikan siap mendukung penuh. Kami akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk kelancaran pelaksanaannya nanti,” lanjut Hammam Riza.
Tri Handoko Seto, Kepala BBTMC mengatakan teknologi modifikasi cuaca antisipasi pencemaran udara di perkotaan ini berbeda dengan operasi modifikasi cuaca untuk penanggulangan karhutla (kebakaran hutan dan lahan).
Beberapa negara seperti Thailand, China, Korea Selatan, dan India sudah menerapkan TMC untuk mengatasi pencemaran udara di perkotaan. ”Pada 2015 Thailand telah berhasil melakukan uji coba untuk mengendalikan pencemaran udara di Kota Bangkok dengan menggunakan metode cloud seeding dan menghilangkan lapisan inversi,” paparnya.
Demikian pula India, lanjut Tri Handoko Seto, berupaya mengatasi polusi yang cukup parah di kota New Delhi melalui hujan buatan dengan metode menyebarkan bahan kimia dari pesawat.
Sementara itu, China jauh lebih maju dibanding Korea Selatan dalam teknologi modifikasi cuaca dengan menciptakan hujan di atas perairan antar negara yang akan membantu mengurangi polusi udara. “Negara-negara tersebut berjuang mengatasi polusi udara dengan cara mengendalikan cuaca itu sendiri,” ujarnya.
Di Indonesia, kata Seto, pihaknya (BBTMC) akan menawarkan tiga skenario teknologi modifikasi cuaca untuk antisipasi pencemaran udara. Pertama, penyemaian awan dengan garam NaCL akan dilakukan di saat ada awan potensial agar hujan terjadi di wilayah Jakarta sehingga polutan yang ada di atmosfer Jakarta dan upwind bisa tersapu dan jatuh bersama air hujan.
Metode kedua, jika tidak ada awan potensial, kata Seto, dilakukan penghilangan lapisan inversi, yaitu dengan melakukan semai pada lapisan-lapisan inversi dengan menggunakan dry ice dengan tujuan lapisan tersebut menjadi tidak stabil.
“Lapisan inversi ini menjadi salah satu penghalang bagi polutan untuk terbang secara vertikal, sehingga polutan terakumulasi di permukaan hingga di bawah lapisan inversi,” ujar Seto.
Sedangkan ketiga, lanjut Seto, dengan metode water spraying dari darat menggunakan alat Ground Mist Generator yang akan ditempatkan di 10 lokasi di daerah upwind. “Di saat sulit ditemukan awan, kita akan lakukan penyemprotan air dengan pesawat dari darat ke atmosfer. Air yang disemprotkan bertujuan untuk mengikat polutan yang ada,” ungkapnya (BBTMC).