CEO YouTube Minta Maaf pada Komunitas LGBTQ

sorot youtube head quarter (kantor pusat)
Sumber :
  • Instagram.com/@leo_lion_lv

VIVA – CEO YouTube, Susan Wojcicki menyampaikan permintaan maafnya untuk komunitas LGBTQ (Lesbi, Gay, Bisexual, Trangender and Queer). Baru-baru ini platform media sosial video itu diketahui memblokir saluran milik Steven Crowder.

"Saya tahu bahwa keputusan yang kami buat sangat menyakitkan bagi komunitas LGBTQ, dan itu sama sekali bukan niat kami. Kami benar-benar menyesal tentang itu, dan saya ingin menjelaskan mengapa kami membuat keputusan tersebut," katanya dalam Code Conference di Scottsdale, Amerika Utara.

Melansir The Verge, Selasa, 11 Juni 2019, awal mula masalah ini datang karena seorang pembawa acara Vox (media milik The Verge), Carlos Maza, membuat cuitan di Twitter untuk menanggapi video yang dibuat Crowder. Selama ini Crowder dikenal sebagai kreator yang kerap berkata tidak pantas dan mengandung pelecehan. Sedangkan Maza menilai YouTube sebagai platform yang mengizinkan cercaan mengandung diskriminasi, dengan membiarkan konten Crowder tetap tayang.

Sebelumnya, Maza terlibat cekcok dengan Crowder yang berujung pada komentar homofobik dari kreator tersebut, lantaran Maza adalah seorang penyuka sesama jenis. Crowder sendiri memiliki 3,8 juta pengikut yang juga kerap berkomentar rasis.

Sementara itu, YouTube sendiri mengaku tidak setuju dengan pernyataan yang dibuat Crowder, meski secara terus terang mengatakan bahwa isi konten itu tidak melanggar kebijakan perusahaan. Keputusan YouTube akhirnya berbuntut kecaman dari kreator hingga karyawan, yang berujung pada penandatanganan petisi menentang keputusan YouTube.

"Saya benar-benar sangat menyesal. Tapi jika dilihat dari sudut pandang kebijakan kami, kami tidak bisa menghapus konten itu, karena akan ada begitu banyak konten lain yang perlu kami turunkan," ujar Wojcicki.

Ia melanjutkan, konteks menjadi hal yang penting sebelum memutuskan tindakan apa yang akan diambil. Misalnya video tentang pertunjukan larut malam yang seringkali mengandung kata atau konten yang dianggap berbahaya. Secara kontekstual video tersebut baik-baik saja, sama seperti video yang dibuat Crowder. Meskipun mereka mengatakan konten itu tidak bermasalah, namun video Crowder tidak layak dimonetisasi. Sehingga YouTube memutuskan untuk menghentikan iklan di saluran Crowder.

Namun Crowder berdalih, sebelum kontennya menuai kontroversi, ia memang jarang menerima monetisasi. Sebagian pendapatannya dihasilkan dari berjualan, termasuk bisnis kemeja.

"Crowder memiliki banyak video dan perlu waktu bagi kami untuk mengevaluasi konteksnya, karena konteks menjadi hal yang sangat penting. Kami melihat sebagian besar video yang dibuat tidak melanggar kebijakan pelecehan YouTube," ujar Wojcicki. (ann)