Sejumlah Catatan Harus Diperhatikan Jika Indonesia Terapkan E-voting

Petugas melakukan simulasi pemungutan suara secara elektronik (E-Voting) di gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Jumat, 3 Mei 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Indonesia dinilai mampu menggelar pemilihan umum lewat pemungutan suara elektronik atau e-voting. Namun, ada beberapa catatan yang harus menjadi perhatian.

"Apakah regulasinya mendukung? Apakah masyarakat dan penyelenggara pemilunya sudah siap?" kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya, Surya Tjandra, di Jakarta, Rabu malam, 29 Mei 2019.

Meski begitu, ia mengatakan bahwa kemungkinan e-voting baru bisa diterapkan dua Pemilu lagi atau 10 tahun mendatang.

Surya menjelaskan, akan ada sejumlah masalah saat e-voting diterapkan. Mulai dari kepercayaan masyarakat hingga literasi digital masyarakat yang belum tinggi.

Selain itu, lanjut Surya, komitmen melaksanakan e-voting juga harus ditunjukkan, di samping tantangan soal infrastruktur IT.

Ia menambahkan, aturan pemilu juga harus diubah mulai dari UU Pemilu dan turunannya untuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), di mana yang harus menjadi sorotan di aturan itu, salah satunya mengenai data pemilih.

"Data pemilih, kan, ada di e-KTP sekarang. Kalau orangnya pindah atau meninggal dunia pasti beda-beda. Jadi, harus update," jelasnya.

Surya juga mengatakan, informasi pencoblosan juga harus jelas, termasuk penggunaan perangkat lain jika pemilih tidak berada di tempat pemilih asal.

"Jarak juga penting. Apalagi, kita masif lho. Mungkin, untuk 200 juta jiwa bisa lima sampai sepuluh tahun lagi," papar dia. (asp)