Indonesia Tidak Bisa Memenjarakan Pemilik Medsos, Ini Alasannya

Aktivis Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) menjelaskan tentang hoax kepada sejumlah pelajar di stan Kominfo arena Festival HAM 2018 di Wonosobo, Jawa Tengah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

VIVA – Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia, Septiaji Eko Nugroho, menilai bahwa Indonesia tidak bisa menerapkan aturan memenjarakan pemilik media sosial seperti yang dilakukan oleh Australia dan Inggris.

Ia mengatakan, salah satu faktornya adalah kantor pusat media sosial tidak berada di Indonesia, sehingga tidak dapat diterapkan dalam waktu dekat.

"Secara hukum saja kita. Digital ini sudah menjadi digital village, tetapi secara yurisdiksi kita berbeda," kata dia di Jakarta, Senin, 8 April 2019.

Meski begitu, Septiaji lebih setuju kalau perusahaan media sosial memperbanyak kegiatan edukasi dan literasi. Hal ini dilakukan agar masyarakat atau pengguna lebih paham menggunakan media sosial.

"Jadi mereka punya program tapi butuh didorong lagi supaya kontribusi mereka dalam upaya memasyarakatkan literasi media digital bisa lebih tinggi lagi," kata Septiaji.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Aplikasi dan Telematika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, mengaku pernah membicarakan masalah pembayaran iklan di media massa.

"Tadinya pemasukan lewat ad-services google adsense. Namun, keduanya ingin mendorong platform bisa membayar media saat mereka memuat informasi dari sana. Nanti media bisa punya legitimasi untuk cepat-cepatan naikin berita dan fokus menghasilkan berita-berita yang menarik. Ini lebih masuk akal," ungkap Semuel.