Hoax Dijerat UU Terorisme, Mafindo: Tidak Perlu Dilakukan
- ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
VIVA – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto mewacanakan penindakan hoaks yang mengancam Pemilu dengan Undang-Undang Terorisme. Ide tersebut menuai pro kontra.
Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia atau Mafindo, Septiaji Eko Nugroho berpandangan, pemerintah sebaiknya memaksimalkan regulasi yang sudah ada saat ini untuk menindak hoaks.
Septiaji menuturkan, teroris bisa saja menggunakan hoaks untuk menjalankan aksinya meneror publik misalnya mengakui ada bom di bandara atau menyebarkan isu air PDAM beracun. Secara hukum, aksi teror itu memungkinkan dijerat dengan Undang-Undang Terorisme.
"Tetapi menyamakan pelaku penyebaran hoaks dengan pelaku terorisme, adalah tidak tepat. Karena hoaks yang saat ini banyak beredar masyarakat sangat bervariasi jenis dan dampaknya, dari yang ringan hingga yang meresahkan," jelasnya kepada VIVA, Rabu malam 20 Maret 2019.
Dia menuturkan, sebaiknya maksimalkan saja beberapa undang-undang yang menangani tindakan pembuat dan penyebaran hoaks. Aturan yang sudah ada yakni Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronika, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan KUHP.
“Penggunaan Undang-Undang Terorisme untuk hoaks Pemilu, tidak perlu dilakukan,” katanya.
Dia mengatakan, Mafindo lebih mendorong kepada pemerintah untuk meningkatkan upaya perbaikan regulasi yang ada sehingga bisa lebih kuat dalam menangani kasus hoaks.
“Perlu juga peningkatan kapasitas penegak hukum, serta edukasi kepada publik tentang hukuman pidana dari penyebaran hoaks yang meresahkan masyarakat, tanpa perlu mengaitkannya dengan Undang-Undang Terorisme," jelasnya. (kwo)