Kepala LIPI: Reorganisasi Untungkan Peneliti dan Petugas Administrasi
- VIVA.co.id/Misrohatun Hasanah
VIVA – Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau Perka LIPI Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Organisasi dan Tata Kerja, banyak mendapat protes dari sejumlah peneliti. Sebab, reorganisasi dan redistribusi yang mereka lakukan dinilai tidak konsesus subjektif.
Kendati demikian, Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko, mengklaim reorganisasi dan redistribusi menguntungkan peneliti dan petugas administrasi pendukung. Karena, nantinya para peneliti akan terlepas dari beban administrasi, kemudian tenaga pendukung akan memiliki jenjang karir yang lebih tinggi.
"Reorganisasi sebenarnya bukan hanya saya yang mengurus tapi melibatkan banyak pihak. Untuk tahap pertama sudah kita lantik bulan Desember 2018, yang mana preferensinya dijalankan pada bulan Maret, April dan Oktober 2019," kata Laksana, usai melakukan diskusi dengan peneliti di Gedung LIPI, Jakarta, Jumat, 8 Desember 2019.
Ia mengatakan preferensi dilakukan dengan menghubungi satu persatu pegawai, kemudian ditanya mengenai preferensi yang mereka inginkan seperti kemampuan hingga penempatan. Handoko menambahkan keterlambatan surat keputusan disebabkan banyaknya pegawai yang harus diurus yang jumlahnya mencapai 2.500 orang.
"Saya mohon maaf atas keterlambatan SK sehingga menimbulkan kekhawatiran di antara pegawai mengenai di mana mereka akan ditempatkan. Karena, harus ditanyakan satu per satu dulu. Ini memerlukan waktu yang agak lama," ungkapnya.
Laksana menuturkan reorganisasi tahap pertama fokus pada pembenahan organisasi dan tata kelola satuan kerja pendukung penelitian. Ia berharap proses ini bisa membuat peneliti fokus pada penelitian dan tidak lagi dibebankan dengan tugas dan fungsi administrasi.
Sedangkan, reorganisasi tahap dua akan fokus pada penajaman tugas dan fungsi satuan kerja eselon III dan IV. Tujuannya, agar dapat memperbaiki critical mass dan mengurangi biaya rutin yang cukup besar.
Lalu, tahap terakhir akan fokus pada penajaman kompetensi di satuan kerja teknis penelitian setingkat eselon II, serta peningkatan status beberapa satuan kerja teknis penelitian setingkat eselon III.
"Hal ini dapat meningkatkan posisi dan diferensiasi satuan kerja LIPI yang sesuai dengan kemampuannya agar bisa bersaing di kancah nasional maupun internasional," jelas dia.
Sebelumnya, beberapa peneliti LIPI menggelar aksi damai terkait reorganisasi. Mereka menyesalkan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko, ini karena dinilai tidak memiliki tujuan, tidak inklusif dan partisipatif, serta tidak humanis.
Pengamat Politik LIPI, Dewi Fortuna mengatakan, adanya aksi ini menandakan hadirnya masalah krusial, yaitu tersumbatnya jalur komunikasi. Demo tidak akan ada apabila aspirasi mereka disambut dan diterima dengan baik.
"Artinya, ada sesuatu yang keliru dari pihak yang mengelola LIPI. Ada komunikasi dua arah yang tidak berjalan. Lembaga ini selalu menjalankan kepemimpinan yang kolektif, apapun berdasarkan kesepakatan bersama. Begini jadinya kalau dihilangkan," kata Dewi.